FAO Apresiasi Ketahanan Pangan Global Diperhatikan di COP21
ROMA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Jenderal Organisasi Pertanian dan Pangan se-Dunia (Food And Agricultural Organization/FAO) Jose Graziano da Silva mengapresiasi Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim/COP21 untuk kali pertama membahas tentang ketahanan pangan.
“Perjanjian Paris (KTT Perubahan Iklim, Red) mengakui prioritas fundamental menjaga ketahanan pangan dan mengakhiri kelaparan, dan mencegah kerentanan sistem produksi pangan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Graziano seperti diberitakan situs resmi FAO, hari Minggu (13/12).
Dari ketentuan di Perjanjian Paris, menurut catatan FAO, akan menggarisbawahi pentingnya setiap negara memiliki kemampuan beradaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim dengan cara yang tidak mengancam produksi pangan.
“Ini adalah langkah penting bagi 800 juta orang di dunia yang saat ini menderita kelaparan kronis, dan untuk 80 persen dari kaum miskin di dunia yang tinggal di daerah pedesaan dan memperoleh penghasilan yang tidak cukup untuk memberi makan keluarga mereka,” kata Graziano.
FAO, menurut Graziano, mengakui bahwa saat ini diperlukan perhatian mendesak untuk mempertahankan kesejahteraan dan masa depan para pekerja di sektor pertanian.
“Mereka berada di garis depan ancaman perubahan iklim,” Graziano menambahkan.
Graziano mengatakan FAO memuji kesepakatan dalam KTT Perubahan Iklim tersebut karena setiap orang di berbagai negara akan berinisiatif memajukan pertanian dengan memperhatikan tanda-tanda perubahan iklim.
Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius saat membacakan kesimpulan di perjanjian perubahan iklim yang disepakati di Paris, Sabtu (12/12), saat ini sejumlah negara telah menciptakan sistem untuk memastikan negara-negara agar berbuat baik dalam upaya sukarela untuk mengurangi emisi, dan menyediakan miliaran dolar untuk membantu negara-negara berkembang dan miskin.
Laurent menjelaskan hasil kesepakatan Perjanjian Perubahan Iklim Paris 2015 antara lain pengurangan emisi untuk mencapai ambang batas kenaikan suhu bumi disepakati di bawah 2 derajat celsius dan diupayakan ditekan hingga 1,5 derajat celsius. Kemudian, adanya sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca, dilakukan secara transparan dan sesegera mungkin.
Kemudian, adanya kesepakatan akan menghilangkan penggunaan batubara, minyak, dan gas, untuk energi bahan bakar fosil digantikan oleh surya dan tenaga angin.
Kemudian, adanya sumbangan dari berbagai negara maju sebesar 100 miliar dolar AS (Rp 1.396 triliun) per tahun untuk membantu negara-negara berkembang.
FAO berkomitmen untuk melindungi dan meningkatkan ketahanan pangan dalam perubahan iklim.
“Pesan kami sederhana, kita tidak akan mencapai pembangunan berkelanjutan tahap kedua, bila tidak mengakhiri kelaparan apalagi agenda pembangunan 2030 tidak akan tercapai bila tidak ada tindakan ambisius tentang perubahan iklim,” kata Graziano.
Graziano menjelaskan saat ini dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan upaya pemberantasan kemiskinan, FAO akan mempersiapkan strategi komunikasi untuk mengembangkan strategi rumah kaca yang rendah emisi.
FAO, Graziano menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan Pemerintah Maroko untuk memasukkan agenda lingkungan dan pertanian pada COP (KTT Perubahan Iklim ke-22) yang akan diselenggarakan di Marrakesh, Maroko pada November 2016.
“Kami akan matangkan penanganan terhadap ketahanan pangan dan pertanian, kami akan membahas masalah tersebut bahkan lebih menonjol dalam rencana aksi global dan untuk memastikan dukungan keuangan untuk negara yang bersangkutan,” kata Graziano. (fao.org/AFP).
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...