FARC Dukung Presiden Kolombia 2018 Pertahankan Perdamaian
BOGOTA, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin pemberontak marksis Kolombia, FARC, akan mendukung calon presiden pada 2018 untuk mencegah dibatalkannya perjanjian damai. Pemimpin pemberontak FARC, Rodrigo Londono, hari Jumat (25/11), menyatakan tawaran untuk menghadang partai sayap kanan, mantan Presiden Alvaro Uribe, untuk menjadi presiden.
FARC (Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia) menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah, pada hari Kamis mengubah diri menjadi partai politik yang akan memiliki kekuatan politik ketika Presiden Juan Manuel Santos berakhir masa jabatannya.
Berbicara kepada pers internasional, Londono (57), mengatakan ada perjuangan di Kolombia antara mereka yang menginginkan perdamaian dan mereka yang ingin perang selama lima dekade untuk terus berlanjut. Dia setuju ada risiko bahwa lawan politik bisa berusaha untuk mengubahnya.
"Ini adalah proyek jangka panjang. Untuk mengkonsolidasikan perdamaian setelah lebih dari 50 tahun konfrontasi, dan tidak akan tercapai dalam beberapa bulan atau tahun. Kami pikir pemerintah berikutnya, presiden berikutnya, harus menjamin kelangsungan proses (perdamaian," kata veteran pejuang, dikenal dengan sebutan de guere Timochenko.
"Ini harus menjadi pemerintahan transisi," katanya seperti dikutip Reuters.
Pemerintah dan FARC bekerja selama empat tahun di Kuba untuk bernegosiasi mengakhiri konflik bersenjata yang merupakan yang terlama di kawasan itu, menewaskan lebih dari 220.000 orang dan menyebabkan jutaan pengungsi di negara Andean.
Draft asli kesepakatan damai ditolak dalam plebisit bulan lalu karena terlalu lunak pada para pemberontak, memaksa kedua belah pihak kembali ke meja perundingan untuk sedikit memodifikasi dokumen.
Tokoh yang masih populer, Uribe, mempelopori menolak kesepakatan asli dan ingin perubahan lebih dalam dalam versi baru. Dia telah menyerukan protes dan berusaha mendorong referendum baru untuk kesepakatan itu.
Meskipun secara luas Kolombia meresa lega mengakhiri konflik, banyak di antara warga, sebagian besar konservatif, marah karena kesepakatan tidak akan memenjarakan pemimpin FARC yang melakukan kejahatan, seperti penculikan dan pembantaian. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk memegang jabatan politik.
Mengingat sentimen yang tegang seperti itu, Londono khawatir bahwa kekerasan terhadap anggota FARC dapat meningkatkan dalam beberapa bulan mendatang , ketika mereka memulai proses perlucutan senjata dan berbaur di masyarakat.
"Ini sangat mungkin bahwa ada peningkatan serangan ... dalam upaya provokasi di daerah di mana kita terkonsentrasi. Kami telah diberitahu orang-orang kami untuk menghindari provokasi," kata Londono.
FARC memulai pemberontakan untuk melawan kemiskinan di pedesaan. Mereka berjuang melawan belasan pemerintah serta kelompok paramiliter sayap kanan Kolombia. Mereka dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.
Editor : Sabar Subekti
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...