Fashion Extravaganza JFFF 2014, Kembangkan Pasar Mode
SATUHARAPAN.COM – Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF, baca je-ef-tri) ditutup secara resmi 1 Juni 2014. Namun, Fashion Extravaganza, satu mata acara unggulan, menyisakan catatan penting.
Eksistensi industri mode di Indonesia semakin menunjukkan kekuatannya dari tahun ke tahun. Berbagai inovasi pengembangan mode terus dilakukan, termasuk upaya mengangkat kain-kain Nusantara.
Kehadiran Fashion Extravaganza dalam penyelenggaraan acara tahunan JFFF merupakan salah satu sarana interaktif bagi pelaku industri mode dengan target publiknya, sehingga hasil-hasil karya mereka tak hanya dapat langsung dilihat, namun juga dimiliki pencinta mode Indonesia.
Perancang Musa Widyatmodjo memanfaatkan benar kesempatan itu untuk memperkenalkan koleksi rancangan terbarunya langsung ke hadapan khalayak pencinta mode. Musa memamerkan 80 set busana rancangan yang ia beri tajuk "The i(sun)atmospher". Koleksi busana siap pakai (ready to wear) M by Musa Widyatmodjo itu diperagakan model-model ternama Ibukota di Forum Mal Kelapa Gading yang terbuka, bukan di Ballroom Harris Hotel and Conventions yang tertutup, seperti dilakukan rekan-rekan seprofesinya yang berpartisipasi dalam JFFF 2014.
Musa mengemas peragaan busananya sebagai tontonan yang menghibur, mengakhirinya dengan tampil dalam gerak dinamis bersama para model mengikuti lantunan Happy-nya Pharrell Williams yang sedang hit. Tak jauh dari panggung peragaan busana, Musa yang memiliki filosofi "Fashion is not just to be admired, it must be wearable" itu memajang koleksi busana, yang bisa langsung dibeli tamu dalam peragaan busana tunggalnya, pada 28 Mei lalu, juga pengunjung pusat perbelanjaan di Jakarta Utara itu.
Keragaman budaya Indonesia menjadi sumber inspirasi Musa dalam menciptakan busana. Kali ini ia menggali inspirasi dari kebudayaan suku Tengger dengan keindahan alam Bromo yang ia aplikasikan menjadi rangkaian koleksi busana cocktail modern dengan permainan komposisi warna, detail, kombinasi bahan, tekstur, dan potongan garis hias proporsional yang menjadi ciri khas M by Musa. Tentang karyanya kali ini, Musa menyebutnya sebagai kolaborasi antara alam, imajinasi, dan seni desain dengan teknik pembuatan busana yang menghasilkan karya-karya mode yang realistis.
Kekayaan Alam dan Budaya
Selain Musa, memasuki penyelenggaraan ke-11 tahun ini perhelatan akbar JFFF menghadirkan 11 desainer yang memamerkan karya rancangan dalam show tunggal, yakni Ali Charisma, Barli Asmara, Deden Siswanto, Defrico Audy, Didiet Maulana, Itang Yunasz, Lenny Agustin, Sofie, Stephanus Hamy, dan desainer cilik Rafi Ridwan, selain Musa.
Ajang Fashion Extravaganza JFFF 2014 memestakan kain negeri. Bukan hanya merujuk pada kain adati atau kain tradisional seperti tenun dan batik seperti dihadirkan beberapa desainer sebelumnya, namun, seperti dikemukakan desainer Era Soekamto, pemahaman kain negeri meluas, merujuk pada apa pun yang dibuat oleh tangan-tangan Indonesia, yang mempunyai nilai, cerita, dan filosofi yang menarik untuk diangkat sebagai tanda kekayaan alam dan budaya Indonesia.
Tanpa mengangkat kain adati sebagai media kreasinya, Sofie, perancang busana lulusan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo, mampu menyedot perhatian melalui peragaan busananya pada 20 Mei. Mengusung tema “Urban Morphology”, desainer asal Jember bernama lengkap Ahmad Sofiyulloh itu mendasari inspirasi 40 set busana siap pakai kategori deluxe yang ia pamerkan dari kekayaan pemandangan Indonesia.
Pada beberapa rancangannya, Sofie menggabung-gabungkan potongan-potongan kain menjadi satu, dalam lembaran kain dari berbagai motif, tekstur, membentuk seni patchwork. Ia menonjolkan detail asimetris, tabrak motif, dan paduan tekstur, yang memikat.
Mengusung tema “The Butterfly and Crow”, desainer yang menetap di Bali, Ali Charisma, menghadirkan koleksi busana siap pakai evening wear, yang menggabungkan bahan-bahan yang bertolak belakang, seperti gaun yang mengkombinasikan kulit dengan bahan lace. Ali termasuk desainer yang sudah mengekspor busana rancangannya ke banyak Negara sejak 2005.
Memperkenalkan dari Dekat
Geliat kemajuan produk mode Indonesia salah satunya terlihat dari maraknya pergelaran pekan mode (fashion week) di berbagai pusat perbelanjaan. Bagi perancang busana Lenny Agustin, maraknya pekan mode berpengaruh mendekatkan produk fashion desainer Indonesia dengan masyarakat awam. Memamerkan produk tersebut dan masyarakat pencinta mode langsung bisa membelinya, menurut Lenny merupakan usaha untuk memperkenalkan dari dekat bahwa tidak semua produk desainer mahal. Masyarakat pun dapat menikmati rancangan busana siap pakai karya desainer.
“Harapannya desainer tidak hanya dijadikan pengisi acara fashion show dan pameran produk sesaat. Brand dari desainer pun bisa dialokasikan di pusat perbelanjaan tersebut secara permanen, di tempat strategis,” kata Lenny.
Pada kenyataannya, tidak semua pusat perbelanjaan mewah memberikan tempat bagi produk desainer dan brand asli Indonesia di tempat-tempat terhormat. Kreativitas desainer Indonesia hanya bisa ditemukan di pusat perbelanjaan tertentu, seperti di The Catwalk Mal Kelapa Gading dan Metro Department Store.
Anskarina Christin, Assistant General Manager Marketing Metro Department Store, mengisahkan pusat perbelanjaannya sudah memberikan tempat bagi desainer Indonesia sejak 23 tahun lalu, sejak awal berdiri pada 1991. “Sebagai sebuah department store internasional yang masuk ke pasar Indonesia, sudah pasti kami harus memberikan kontribusi nyata bagi pasar dan komunitas lokal dan memberikan kesempatan kepada supplier lokal, termasuk desainer lokal, untuk bersaing dengan produk bertaraf internasional,” kata Karin, panggilan akrabnya.
Ruangan yang diberikan, bergantung pada jumlah desainer, “Mengingat sejauh ini belum semua desainer lokal dapat mempertahankan konsistensi penjualannya,” ia menambahkan.
Nilai Rial Iran Jatuh, Rekor Terendah Akibat Ketegangan Regi...
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Rial Iran pada hari Rabu (18/12) turun ke level terendah dalam sejarah, keh...