Fauzi Ichsan: Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Terlalu Optimistis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla di bidang ekonomi menghadapi beberapa tantangan pada masa mendatang.
“Setelah subsidi BBM dihapuskan, maka pemerintah perlu merealokasi lebih dari 120 miliar dolar AS penghematan fiskal untuk proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, setelah BI rate terpatok ke angka 7,75 persen setelah kenaikan harga BBM, BI akan menunggu The Fed untuk menaikkan bunga lagi,” kata ekonom Standard Chartered, Fauzi Ichsan di acara 'Global Research Briefing 2015' di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (26/1).
Fauzi mengemukakan bahwa suku bunga dari AS dan Eropa berpengaruh karena kebijakan Bank Sentral Eropa menyuntik sekitar 50 miliar euro setiap bulan ke pasar uang Eropa berdampak terhadap pelemahan euro.
“Selain itu, dengan kebijakan Bank Sentral Eropa, kemungkinan Bank Sentral Amerika (the Fed) menaikkan suku bunga mengecil. Kalau The Fed menaikkan suku bunga, dolar (AS) akan menguat tajam sehingga akan memukul ekonomi Amerika Serikat,” Fauzi menambahkan.
Fauzi Ichsan menilai Pemerintah Indonesia terlalu optimistis dalam memasang target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,8 persen. Padahal, kata Fauzi, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 5,2 persen seperti halnya prediksi Bank Dunia beberapa waktu lalu.
"Prediksi pemerintah terlalu optimistis. Kami berekspektasi tingkat suku bunga acuan (Indonesia) akan terus naik mengikuti kenaikan tingkat suku bunga Fed," ujarnya.
Tantangan terakhir, menurut Ichsan yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dimana dia meramalkan nilai tukar rupiah akan bergerak melemah atau terdepresiasi lebih dalam di semester I 2015. Perkiraannya bisa tembus ke level Rp 13.000 per dolar AS.
"Tapi prediksi ini dibuat sebelum European Central Bank melakukan kebijakan Quantitaive Easing (QE). Jadi pengumuman QE oleh ECB justru mengubah prediksi," kata Fauzi.
Dia memproyeksikan, rupiah kembali menguat pada semester II 2015 karena sejumlah perbaikan dan reformasi struktural yang dijalankan pemerintah Indonesia. "Di semester II, kurs. Rupiah bisa menguat Rp 12.200-Rp 12.500 meski di semester I melemah. Penguatannya karena defisit transaksi berjalan mulai mengecil," kata ekonom senior Standard Chartered ini.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...