Filipina Gelar Pemilu untuk Mendukung Reformasi Benigno Aquino
MANILA, SATUHARAPAN.COM - Filipina menggelar Pemilihan Umum (Pemilu), Senin (13/5) yang merupakan bagian dari agenda reformasi Presiden Benigno Aquino.
Sebanyak 33 calon memperebutkan 12 kursi di Senat dalam Pemilu Sela di Filipina. Menjelang Pemilu jalan-jalan di Manila penuh berbagai poster kampanye dan bendera para politisi yang memperebutkan 18 ribu posisi di pemerintah dan Legislatif Filipina, termasuk anggota dewan kota, gubernur, anggota legislatif nasional.
Aquino telah menyerukan pemilu jangka menengah, di mana ribuan pemimpin lokal ditambah legislator nasional akan dipilih, dan menjadi referendum pada upaya untuk mengubah sistem politik yang korup dan ekonomi berkinerja buruk.
“Presiden meminta para pemilih menempatkan kepercayaan mereka untuk membantu presiden melaksanakan sisa agenda reformasi,” kata Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Valte, seperti dikutip dari Channelnewsasia.com.
Aquino memegang kekuasaan dengan kemenangan dalam pemilu tahun 2010 dengan janji untuk melawan korupsi yang dia sebut menyebabkan kemiskinan di negara yang berpenduduk sekitar 100 juta jiwa.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa ia tetap menjadi salah satu presiden paling populer di negara itu, dengan Filipina saat ini menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat ketimbang negara lain di Asia-Pasifik, kecuali China.
Perang tingkat tinggi Aquino pada korupsi juga telah memenangkan dukungan luas. Dengan pembatasan masa jabatan presiden oleh konstitusi hanya satu periode (enam tahun), Aquino dinilai terburu-buru dengan melaksanakan agenda reformasi yang ambisius.
Salah satu reformasi terbesar Aquino yaitu kesepakatan damai yang direncanakan dengan pemberontak Muslim untuk mengakhiri pemberontakan selama puluhan tahun di selatan negara itu yang telah merenggut sekitar 150.000 nyawa, dan menggangu pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan damai akan membutuhkan dukungan parlemen.
Namun demikian, di tengah harapan pada Aquino, pemilu juga menyoroti adanya situasi gelap yang telah melanda Filipina sejak berakhirnya kediktatoran Ferdinand Marcos pada 1986 yang tetap mengakar.
Filipina terkenal dengan demokrasi “brutal” di mana para politisinya di tingkat lokal dan provinsi biasa menyuap, mengintimidasi atau membunuh untuk memastikan kemenangan.
Editor : Sabar Subekti
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...