Film Jermal dan Si Anak Hilang
Perihal pengampunan dan rekonsiliasi.
Yogyakarta, Satuharapan.com - Film "Jermal" (2008) tidak banyak diketahui oleh khalayak ramai (trailer-nya bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=7EgI_sHPaog), tetapi saya pakai di kelas mata kuliah "Teologi, Spiritualitas dan Seni" (program S2 UKDW) guna mendialogkannya dengan perumpamaan Si Anak Hilang dari Injil Lukas yang sudah sangat dikenal oleh warga gereja. Dialog ini bersifat lintas seni, tetapi juga bisa lintas teks. Di kelas kami juga membaca novel Yokie Adityo yang berjudul "Jermal". Tidak begitu jelas bagi saya apakah novel ini menjadi inspirasi untuk film tersebut atau malah ditulis sesudah film tersebut diproduksikan.
Film ini dimulai dengan memperlihatkan perjalanan sebuah perahu di waktu malam, dengan a.l. seorang penumpang berupa anak remaja berumur 12 tahun, yang berbaring sendirian ditemani oleh seekor jangkrik piaraannya. Anak itu kelihatan lemah, dan kemudian muntah-muntah karena mabuk laut. Setelah semalaman berlayar pada keesokan paginya perahu tiba di jermal, yang bagi anak itu merupakan sesuatu yang sama sekali di luar perkiraannya. Ia ingin naik tali ke atas anjungan, tetapi tidak bisa, karena lemah, dan karena dia memang tidak pernah terlatih untuk hal-hal yang seperti itu. Akhirnya dia dimasukkan ke dalam keranjang besar, dan bersama barang-barang yang lain ia ditarik naik ke atas anjungan.
Tetapi bagian terakhir dari film memperlihatkan hal yang berlawanan. Anak itu, Jaya, tidak sendirian lagi, melainkan ditemani oleh Johar, bapak kandungnya, yang menjadi alasan mengapa Jaya sampai melakukan perjalanan ke jermal. Ketika akan bertolak di pagi yang cerah, Jaya turun sendiri melalui tali, disaksikan oleh Johar. Tiga bulan di jermal telah mengubah Jaya dari anak yang lemah fisiknya menjadi anak yang kuat, dari anak sekolahan yang hanya bisa mengoperasikan komputer dan membaca buku, ia bisa mengoperasikan alat-alat di jermal itu dengan tangkas dan terampil.
Di film ini jermal mewakili dunia, menjadi simbol dari dunia yang kita semua cita-citakan. Jermal memberikan kepada kita pekerjaan, dan pekerjaan memberi kita uang, perlindungan dan kuasa. Tetapi di samping itu jermal juga menindas dan menghancurkan kita, dan hal itu membuat kita ingin menindas dan menghancurkan yang lain, yang baru, yang kecil atau yang lemah. Itulah kisah si Gion, yang berumur sekitar 15 tahun, yang amat berbeda dari Jaya. Ia kuat dan berbadan atletis, ia berkuasa atas anak-anak jermal yang lain melalui kekuatan fisiknya.
Film ini cukup menonjolkan situasi di jermal, termasuk pelecehan seksual yang sering dikemukakan oleh media massa di atas. Pertama ketika Jaya ditelanjangi oleh anak-anak itu dan disuruh untuk mengambil pakaian seragam sekolahnya di atas tiang, tinggi di atas jermal, dan kedua ketika Gion berjoget mengikuti irama Melayu dari sebuah radio, dan menempel pada pantat Jaya dan minta agar Jaya menggerak-gerakkan pantatnya. Pastilah hal ini sudah sering dilakukan oleh Gion terhadap anak-anak lainnya.
Pengampunan
Jaya memulai perjalanannya setelah ibunya meninggal dunia. Ia dipesankan sesuatu yang harus disampaikannya kepada bapaknya. Johar sudah 12 tahun bekerja di jermal, dan tidak tahu, atau tidak mau tahu, bahwa dia mempunyai anak. Dan meskipun Bandi, asistennya yang bisu, mendesak agar kali ini dia membaca surat yang dibawa oleh Jaya, Johar tetap menolak dan seperti biasa, semua surat dimasukkannya ke dalam kotak tertentu tanpa dibaca. Kemudian secara perlahan-lahan kita diberitahu bahwa Johar mempunyai masa lalu, yang tidak ingin diingatnya.
Ia pernah hidup berbahagia dengan istrinya di pantai. Ia mencari nafkah dengan menjadi guru atau dosen, dan seperti biasa, guru atau dosen tidak bisa mengajar di satu tempat saja tetapi di beberapa tempat. Ia sering tidak ada di rumah, dan rupanya istrinya kesepian. Akhirnya istrinya punya kekasih. Ketika akhirnya Johar mengetahui hal ini, ia lepas kendali dan mengamuk sejadi-jadinya. Kekasih istrinya dipukuli sampai mati. Lalu Johar lari meninggalkan rumah, mungkin dia takut ditangkap polisi, tetapi juga karena hatinya amat sakit. Ia lari meninggalkan dunia yang telah menyakitinya dan akhirnya menjadi mandor di jermal. Untuk menutupi keberadaanya ia memelihara rambut yang awut-awutan dan brewok yang panjang, dan setiap kali ada patroli yang singgah di jermal, ia ikut bersembunyi bersama anak-anak jermal.
Bandi, si asisten Johar yang bisu, jengkel sekali melihat Johar yang tetap tidak mau mengakui Jaya sebagai anaknya, dan bahkan diam saja ketika Jaya dijadikan bulan-bulanan, diintimidasi oleh anak-anak lain. Bandi masuk ke kamar Johar, mengambil kotak surat yang berisi surat-surat istri Johar, keluar kamar dan melemparkannya ke laut. Johar terkejut sekali, dan spontan terjun ke laut untuk menyelamatkan surat-surat itu. Ternyata surat-surat itu amat berharga bagi Johar. Ia pelan-pelan merangkai kembali masa lalunya dan berdamai dengan masa lalunya itu. Bandi sepertinya berperan sebagai hati nurani Johar...
Tetapi ketika Johar ingin menjalin komunikasi dengan Jaya, ternyata Jaya sudah terlanjur benci kepada Johar, yang tidak menerima kunjungannya itu. Jaya sudah terpengaruh oleh jermal, karena belajar sintas di dunia yang seperti jermal itu. Dia juga benci kepada Johar, karena entah bagaimana, ia tahu juga bahwa Johar berada di jermal dalam rangka menyembunyikan rahasianya, yaitu bahwa dia adalah seorang pembunuh. Bukan cuma itu, Jaya juga menafsirkan pelarian Johar ke jermal sebagai pengkhianatan, dan itulah yang a.l. membuat Johar bertambah marah kepada Jaya, karena tidak terima dituduh sebagai penghianat.
Ketika Jaya pertama kali berhadapan muka dengan Johar, ia ingin menyampaikan kepada Johar pesan dari ibunya. Tetapi Johar yang jengkel dan marah dengan kehadiran Jaya segera memotong perkataan Jaya dan mengusirnya keluar kamar. Pada adegan penghabisan ketika mereka berdua sudah duduk diam berdampingan dalam perjalanan pulang, Johar tiba-tiba bertanya kepada Jaya: "Waktu kau datang dulu, kau bilang ibumu bilang sesuatu sebelum dia meninggal. Apa katanya?" Jaya menjawab: "Ibu bilang: carilah bapakmu. Dia orang baik". Setelah itu tidak ada dialog, yang ada ialah reaksi bahasa tubuh Johar mendengar jawaban Jaya, dan menurut saya hanya seorang aktor sekaliber Didi Petetlah yang bisa melakukan hal ini (karena di novelnya reaksi Johar tidak digambarkan).
Jawaban Jaya menyebabkan kelegaan yang luar biasa, menyebabkan Johar menghela napas panjang, seakan-akan beban berat yang selama ini dipikulnya, yang menyebabkan malam-malam dia tidak bisa tidur kalau tidak menyumpal kuping dan menutup muka dengan sarung, terlepas semua... Johar mengalami pengampunan dan penerimaan, sekaligus anugerah, sebagai "orang baik". Setelah ini mungkin dia akan ditangkap kalau mereka sudah sampai ke daratan, tetapi semua itu tidak penting lagi. Yang paling penting dan paling menentukan bagi Johar sudah diterimanya.
Salah satu adegan di film "Jermal" [Foto: ISTIMEWA]
Hubungan "Jermal"dengan "Si Anak Hilang"
Kisah si Anak Hilang terdapat di Lukas15:11-32. Konteksnya adalah reaksi Yesus terhadap sungut-sungut dari kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat yang jengkel bahwa Yesus bersosialisasi, makan bersama "orang-orang berdosa". Istilah "orang-orang berdosa" bukan berarti orang berdosa seperti pengertian kita sekarang, melainkan dipakai oleh kaum Farisi dan kawan-kawan untuk menunjuk golongan tertentu di dalam masyarakat yang tidak sama dengan mereka.
Golongan ini kurang lebih dapat dibandingkan dengan kaum abangan di Jawa, tetapi dengan derajat sosial dan ekonomi yang berada di bawah kaum Farisi dan kawan-kawan, singkatnya orang-orang pinggiran, yang tersingkir dari masyarakat. Yesus adalah rabbi, jadi dia sebenarnya tergolong ke dalam kaum Farisi dan kawan-kawan, tetapi berbuat nyeleneh, sangat suka untuk bergaul dengan orang pinggiran, dan tidak peduli apa yang dikatakan orang mengenai dirinya.
Reaksi Yesus adalah memberikan perumpamaan-perumpamaan. Ada dua perumpamaan pendek yang dikemukakan Yesus sebelum menceritakan mengenai Si Anak Hilang. Tidak ada kesamaan langsung di antara cerita "Jermal" dan "Si Anak Hilang", dan kita tidak perlu memaksa-maksa supaya ceritanya sama. Tetapi ada kesamaan tema: orang yang melakukan perjalanan dan kemudian pulang, negeri yang jauh dapat dibandingkan dengan jermal, keadaan si bungsu yang nelongso dapat dibandingkan dengan keadaan Jaya ketika diintimidasi oleh anak-anak yang lain di jermal.
Juga ada pengambilan keputusan dan perubahan yang disebabkan oleh pengambilan keputusan tersebut. Seperti nasib si Johar belum jelas ketika mereka pulang kedaratan, begitu juga nasib si bungsu belum jelas ketika dia berangkat pulang ke rumah. Sama seperti si bungsu menerima anugerah dari si ayah yang tidak mau mendengar pengakuan dosanya, begitu juga Johar menerima anugerah, berupa pemberian predikat "baik" kepadanya. Tema-tema yang ada di kisah "Jermal" menolong saya untuk melihat bahwa di "Si Anak Hilang" ada tema-tema yang sebelumnya tidak saya sadari.
Orang boleh mengatakan bahwa saya memasukkan ke dalam perumpamaan "Si Anak Hilang", tema-tema yang ada di "Jermal". Boleh saja, sebab bukankah dalam membaca sebuah narasi, kita semua memaknai narasi tersebut? Tetapi bisa juga ada kemungkinan lain, yaitu kisah "Si Anak Hilang" yang sudah mendarah daging dalam diri saya, memengaruhi saya ketika saya menonton "Jermal".
Lalu lingkarannya kembali lagi, setelah menonton "Jermal", saya membaca lagi "Si Anak Hilang" secara baru, dan tidak lagi dengan perspektif yang sungguh-sungguh sama seperti ketika saya mendengar makna perumpamaan ini dulu di Sekolah Minggu, yakni kiasan mengenai Tuhan Allah, Bapa di surga, yang menerima kembali orang berdosa tanpa syarat.
Saya sekarang sadar pada apa yang dikatakan oleh Emmanuel Levinas, bahwa Tuhan hanya kita sadari (dengan terkejut) melalui wajah manusia yang lain. "De schok van het goddelijke is het gelaat vande ander" sebagaimana diuraikan oleh Roger Burggraeve, guru besar di Leuven. Di dalam penerimaan si ayah kita menemukan Tuhan yang menerima manusia. Sekaligus hal ini berlaku untuk konteks reaksi Yesus terhadap sungut-sungut kaum Farisi dan kawan-kawan. Di dalam penerimaan Yesus terhadap orang-orang yang diremehkan dan dilecehkan oleh kaum Farisi dan kawan-kawan, karena mereka lain dari "kita", Tuhan yang transenden menjadi imanen.
Saya membayangkan bahwa aslinya perumpamaan ini lebih imanen, tetapi di dalamnya sudah terkandung transendensi. Yang imanen dan transenden sebenarnya berada dalam satu kemasan. Kembali kepada tujuan di atas: kisah “Jermal” diperkaya oleh kisah “si Anak Hilang” oleh karena kisah yang imanen ini sebenarnya memiliki dimensi transenden, sedangkan kisah “si Anak Hilang” diperkaya oleh kisah “Jermal karena kisah yang biasanya dianggap transenden ini bisa dimaknai secara imanen!
Kembali ke kisah"Jermal". Ini film biasa, bukan film agama. Tidak ada satu adeganpun yang menyinggung transendensi. Tetapi saya bisa meraba transendensi di dalamnya. Di atas saya telah menceritakan bahwa Johar menarik napas panjang kelegaan setelah mendengar bahwa istrinya menilai dia sebagai orang baik. Istrinya adalah manusia biasa, dan meskipun sudah almarhumah, tetap saja menjadi orang biasa. Tetapi sekaligus kita mengakui bahwa yang bisa menerima dan mengampuni serta memberi anugerah adalah Tuhan saja, yang maha segala-galanya. Kalau di kisah "Si Anak Hilang", si ayah mewakili Yang Ilahi yang menerima kembali si bungsu tanpa syarat, maka dalam kisah "Jermal", si istri (yang tidak muncul dalam kisah) mewakili Yang Ilahi yang menerima, mengampuni dan menilai positif si Johar. Dan dengan demikian meskipun berbeda, kedua kisah ini punya kesamaan.
Penulis adalah Guru Besar Teologi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) dan ICRS/IRS-UGM, Yogyakarta
Editor : Trisno S Sutanto
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...