Film “Kamis ke-300” Ingin Pejuang Tak Pernah Lelah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aktris dan pemain film, Happy Salma menampilkan karya yang naskahnya ia tulis sendiri, berupa film pendek tentang harapan akan terselesaikannya kasus Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia dalam acara “Seniman Melawan Lupa”.
Dalam film pendek berjudul “Kamis ke-300”, Happy ingin menyuarakan kepada masyarakat dan para pejuang HAM agar tidak pernah lelah.
“Karya ini mungkin hanya sebutir debu di angkasa, tetapi melalui ini saya ingin mengajak kepada rakyat Indonesia, jangan diam saja, supaya semua mau bicara. Dan khususnya bagi para pejuang HAM, jangan pernah lelah,” ujar Happy dalam acara “Seniman Melawan Lupa”, berupa diskusi dan pemutaran film tentang HAM, di Galeri Museum, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (12/5).
Happy Salma mengatakan bahwa film berdurasi 12 menit itu menceritakan seorang anak kecil bernama Markus bersama kakeknya. Kakek Markus menderita sakit stroke sekaligus telah pikun sehingga harus terbaring di tempat tidur.
Di kala terbaring sakit itu, yang sang kakek ingat hanya satu, yaitu ia harus berdiri di depan Istana Negara menuntut keadilan dengan orasi, sebagaimana yang ia lakukan sejak masih muda. Kakek itu pun terus berpidato di tempat tidurnya. Orasi tersebut juga ia ajarkan kepada Markus, cucunya, yang kemudian menularkan teriakkan tersebut kepada teman-temannya.
“Aparicion Con Vida!. Lepaskan mereka hidup-hidup!” demikian diteriakkan dalam orasi sang kakek, seperti diteriakkan orang-orang Argentina yang menuntut keadilan pemerintah dari tragedi HAM. Akhirnya, sang kakek menutup mata usai meneriakkan orasi terakhirnya.
“Saya pikir tidak ada yang mau menyutradarai naskah saya, karena pertama, tidak komersil, kedua tidak ada biaya. Lalu kemudian saya bertemu dengan sutradara Putu Wijaya, dan beliau bersedia, prosesnya hanya tiga hari selesai,” Happy menguraikan.
Beberapa minggu yang lalu film karya Happy tersebut diterima di Festival Film Amsterdam di Belanda. “Saat diputar di Amsterdam banyak sekali mahasiswa yang datang menontonnya, serta para dosen di sana, dan kemudian menjadi bahan diskusi,” ungkap Happy yang kemudian menambahkan dirinya diminta memberikan CD film tersebut untuk diputar di beberapa kampus lainnya di Belanda.
Cerita dalam film ini diakui Happy merupakan cerita dari sebuah keluarga. Namun karena ingin menyuarakan keadilan dan penyelesaian kasus HAM di Indonesia, film ini dikemas dalam bentuk propaganda yang cantik, sekaligus agar mudah diterima dan tidak membuat masyarakat ketakutan menontonnya, sebagaimana film G30S/PKI.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...