Firmanzah: Pemerintah Berkepentingan Menjaga Harga Elpiji
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Prof Firmanzah PhD mengungkapkan, pemerintah dengan berat hati melakukan intervensi atas aksi PT Pertamina (Persero) menaikkan harga jual elpiji 12 kilogram (kg), karena pemerintah berkepentingan menjaga daya beli masyarakat dan kelangsungan sektor usaha kecil, mikro, dan menengah.
“Arah kebijakan ekonomi pemerintah di tengah ketidakpastian ekonomi dunia selama ini sangat jelas yakni menjaga daya beli dan mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat melalui pengendalian harga dan inflasi. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan disiplin,” katanya di Jakarta, Senin (6/1).
Untuk mengantisipasi potensi risiko itu, lanjut Firmanzah, pemerintah memandang konsumsi rumah tangga sebagai motor pertumbuhan perlu terus dipertahankan. Artinya stabilitas menjadi kata kunci untuk menjaga tingkat konsumsi rumah tangga.
Karena itu, kata Firmanzah, kebijakan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak memerlukan persiapan yang matang tidak hanya terkait penentuan kebijakannya, tetapi juga koordinasi, mekanismenya, prosedur, distribusi, hingga sosialisasi.
Terkait keputusan korporasi PT Pertamina (Persero) yang secara serentak menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959/kg per 1 Januari 2014, Firmanzah mengatakan, keputusan yang diambil melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) itu telah mengikuti aturan perundang-undangan dan rambu-rambu sebagaimana yang mengatur Perseroan Terbatas. Keputusan itu pun didasari pertimbangan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaporkan adanya kerugian Pertamina yang mencapai Rp 7,7 triliun.
Lebih lanjut Firmanzah menjelaskan, pemerintah memandang perlunya melihat secara utuh dan komprehensif dampak sosial-ekonomi dari penyesuaian harga tersebut. “Atas dasar ini, pemerintah sebagaimana disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai rapat terbatas di Halim Perdanakusuma, Minggu (5/1), menginstruksikan Pertamina dan Kementerian BUMN segera melakukan RUPS dalam 1 x 24 jam untuk mengkaji kembali kebijakan penyesuaian harga gas elpiji 12 kg,” jelas Firmanzah.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menambahkan, prinsipnya penyesuaian harga gas yang telah diambil Pertamina diharapkan dapat mempertimbangkan kondisi masyarakat utamanya daya beli masyarakat dan sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Hal itu menjadi penting karena masyarakat saat ini sedang melakukan penyesuaian akibat kenaikan BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik yang terjadi sepanjang 2013.
Mengenai langkah-langkah yang perlu diambil pemerintah terkait rekomendasi itu, Firmanzah mengatakan, ada beberapa hal yang harus dilakukan, pertama Pertamina bersama Kementerian BUMN segera melakukan RUPS untuk mengkaji dan evaluasi kembali kebijakan penyesuaian harga gas elpiji 12 kg. Kedua, Pertamina dan Kementerian terkait segera berkonsultasi dengan BPK untuk melihat lebih dalam temuan BPK dan alternatif lainnya yang dapat ditempuh.
Ketiga, kebijakan terkait harga gas elpiji walaupun bukan merupakan komoditas subsidi perlu mempertimbangkan daya beli dan kondisi riil masyarakat. Keempat, kebijakan harga gas elpiji perlu memperhatikan situasi ekonomi domestik khususnya di tengah kerja keras Pemerintah dalam mengendalikan inflasi.
Dan kelima, mencari titik temu dan solusi yang optimal dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan di atas tentunya dengan memperhatikan ruang gerak Pertamina sendiri. Alternatif strategi mengatasi temuan BPK, lanjut Firmanzah, perlu dilakukan dan dikonsultasikan dengan pihak-pihak terkait. “Iterasi (perulangan, Red) diskusi dan konsultasi yang matang akan melahirkan keputusan yang lebih optimal (pareto optimum),” ujarnya.
Diakui Firmanzah, intervensi pemerintah itu telah menabrak demarkasi yang diberikan kepada PT Pertamina dalam melakukan aksi korporasi. Namun, ia mengingatkan, pada kondisi tertentu demarkasi wewenang yang proporsional bisa dihadirkan dengan lebih matang, lebih baik, dan lebih komprehensif melalui persiapan yang holistik.
“Di satu sisi kewenangan Pertamina dalam melakukan aksi korporasi sudah benar, namun mengingat komoditas ini adalah komoditas strategis, maka perluan analisis mendalam khsusunya terkait dampak sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut,” terang Firmanzah sembari menyebutkan, pada titik ini, langkah Pemerintah menjadi sangat penting untuk memastikan kebijakan apa pun yang ditempuh adalah pilihan terbaik bagi seluruh elemen bangsa.
Firmanzah berharap, RUPS PT Pertamina (Persero) yang harus dilakukan dalam 1 x 24 jam ini akan menghadirkan solusi terbaik yang dapat ditempuh dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan pemerintah. (setkab.go.id)
Editor : Sotyati
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...