FITRA Paparkan Peran Masyarakat Bangun Demokratisasi Desa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto, memaparkan peran atau keterlibatan masyarakat untuk membangun demokratisasi desa dalam acara Peringatan Delapan Tahun Undang-Undang Komisi Informasi Pusat (UU KIP), hari Senin (16/5), di Wisma Antara, Jakarta Pusat.
Demokratisasi desa dalam hal ini mengenai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban terkait dengan asas partisipatif, partisipatif transparan, transparansi akuntabel, tertib, dan disiplin anggaran, dan partisipatif transparan akuntabel.
Yenny mengatakan peran masyarakat dalam perencanaan adalah memberikan masukan tentang rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) kepada kepala desa dan/atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Perihal pelaksanaan, masyarakat bersama dengan Kepala Seksi (Kasi) menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa, mengelola atau melaksanakan pekerjaan terkait kegiatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Desa (Perdes) tentang APB Desa. Tentang penatausahaan, masyarakat dapat meminta informasi, memberikan masukan, dan melakukan audit partisipatif, dan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban, masyarakat meminta informasi, mencermati materi Laporan Pertanggung Jawaban (LPj), dan bertanya atau meminta penjelasan terkait LPj dalam Musyawarah Desa.
Yenny menerangkan sepuluh prinsip keterbukaan anggaran.
Prinsip pertama, setiap orang berhak untuk mencari, menerima, dan menyimpan informasi terkait kebijakan anggaran; kedua, pemerintah harus mempublikasikan tujuan yang jelas dan terukur dari agregat kebijakan anggaran dan laporan perkembangan; ketiga, masyarakat harus mendapatkan informasi anggaran dan non-anggaran, baik yang terjadi di masa lalu, saat ini, maupun proyeksi; keempat, pemerintah harus mengkomunikasikan tujuan yang direncanakan dan output yang dihasilkan; kelima, setiap transaksi keuangan sektor publik dilakukan berdasarkan undang-undang, regulasi, dan prosedur administratif; keenam, pemerintah harus mengidentifikasi dan menjelaskan tujuan dari hubungan finansial yang dilakukan dengan sektor swasta; ketujuh, pengelolaan sumber daya untuk meningkatkan pendapatan harus secara jelas disetujui oleh tiga pilar pemerintahan; kedelapan, kewenangan untuk meningkatkan pajak dan pengeluaran untuk itu harus berada di tangan legislatif; kesembilan, institusi audit secara status harus lepas dari eksekutif dan memiliki mandat serta akses terhadap segala informasi; dan kesepuluh, setiap warga negara harus mendapatkan haknya.
Selain itu, Yenny juga menjelaskan prinsip partisipasi publik dalam kebijakan anggaran.
Pertama, opennes (keterbukaan) yang menyajikan seluruh informasi dengan tetap menghormati tujuan dan cakupan; kedua, inclusiveness (inklusivitas) yaitu adanya mekanisme yang pro aktif untuk menjangkau kelompok; ketiga, respect for self expression (menghormati kebebasan berekspresi) yang memberikan ruang dan mendukung setiap individu dan kelompok; keempat, timeless (ketersediaan waktu) yang memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi; kelima, accessibility (mudah diakses) yaitu adanya media yang memudahkan masyarakat; keenam, transparancy (transparan) yang mendukung keterlibatan publik dengan menyediakan informasi; ketujuh, proportionality (proporsional) yaitu tersedianya berbagai mekanisme yang berimbang; kedelapan, sustainability (berkelanjutan) yaitu tersedianya informasi dan mekanisme partisipasi secara berkelanjutan; kesembilan, complementary (saling melengkapi) yaitu adanya mekanisme yang memastikan partisipasi publik; dan kesepuluh, reciprocity (saling mengisi) yaitu semua pihak, baik negara ataupun masyarakat saling mengambil peran dan saling terbuka tentang tujuan dan interes masing-masing.
Editor : Eben E. Siadari
Coding Sejak Dini: Kunci Sukses Anak di Era Digital
Jakarta, Satuharapan.com - Keterampilan abad 21 perlu ditanamkan pada anak usia dini yang hidup di t...