Foxglove, Tanaman Hias Berpotensi Perkuat Kerja Jantung
SATUHARAPAN.COM – Tanaman hias foxglove (Digitalis purpurea) dikenal karena memiliki bunga yang cantik. Bunganya berbentuk lonceng kecil dan warnanya berbeda-beda, mulai dari ungu, merah muda, putih, atau kuning.
Tanaman ini digolongkan dalam Scrophulariaceae. Namun, menurut penelitian ilmiah baru dalam bidang genetika, tumbuhan ini dapat digolongkan dalam keluarga Plantaginaceae.
Tanaman cantik ini memiliki beberapa karakteristik yang tidak biasa, termasuk menjadi beracun ketika dimakan. Namun, glikosida dalam daun floxglove, dikutip dari globalresearchonline.net, telah digunakan secara klinis untuk pengobatan gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) selama lebih dari 200 tahun. Sejumlah penelitian telah dilakukan tentang penggunaan digitalis sebagai pengobatan CHF dalam irama atau ritme jantung.
Pemerian Botani Digitalis Purpurea
Foxglove yang memiliki nama ilmiah Digitalis purpurea, dikutip dari drugs.com, merupakan tanaman tahunan. Batangnya tebal, silinder, berbulu halus, yang mencapai ketinggian hingga 2 m.
Daunnya membentuk roset tebal selama tahun pertama pertumbuhan. Daun, yang berurat dan ditutupi dengan rambut putih di bagian bawah, memiliki rasa yang sangat pahit.
Bunga tumbuh di tahun pertama atau kedua, bergantung pada spesies, dan berbentuk tabung dan lonceng. Bunga ini tumbuh hingga 8 cm panjangnya.
Bunganya disusun dalam kelompok yang mencolok, terminal, dan panjang, dan setiap bunga berbentuk tabung dan tidak terikat. Bunganya biasanya berwarna ungu, tetapi beberapa tanaman dari kultivar berbeda, berwarna merah jambu, kuning, atau putih.
Permukaan tabung bunga terlihat jelas. Periode berbunga adalah awal musim panas, kadang-kadang dengan tangkai bunga tambahan berkembang di musim ini. Tanaman ini sering dikunjungi lebah, yang memanjat tepat di dalam tabung bunga untuk mendapatkan nektar di dalamnya.
Buahnya adalah kapsul yang terbelah pada saat matang, untuk melepaskan biji yang sangat kecil, berukuran 0,1-0,2 mm.
Digitalis purpurea, berasal dari wilayah Inggris, Eropa Barat, dan sebagian Afrika utara. Tetapi, saat ini, foxglove ditemukan sebagai tanaman hias di seluruh dunia.
Foxglove tumbuh di alam liar, sering di daerah pegunungan dan hutan, dan juga di sepanjang pinggir jalan. Meskipun tumbuh di alam liar, sekarang juga ditanam dan dipanen sebagai tanaman hias, sehingga dapat diproses untuk tujuan medis.
Spesies yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional termasuk Digitalis lutea (jerami foxglove), Digitalis grandiflora, dan Digitalis ambigua (yellow foxglove), serta Digitalis ferriginea (rusty foxglove).
Digitalis purpurea, dikutip dari owlcation.com, sangat indah ketika mekar, terutama ketika bunga-bunga tumbuh dalam kelompok. Bunganya sering berwarna merah muda tetapi bisa juga ungu, lavender, kuning, peach, oranye, cokelat berkarat, atau putih. Beberapa tanaman menghasilkan menara kumpulan bunga yang memiliki bunga lebih dari satu warna. Pembukaan bunga sering dihiasi dengan bercak berbagai warna.
Pada tahun pertama kehidupannya, tanaman Digitalis purpurea terdiri atas roset rendah daun. Tidak berbunga sampai tahun kedua. Daun berbentuk oval dan memiliki ujung runcing. Daun-daun melekat pada tangkai bunga dalam susunan bergantian.
Bunga, biji, daun, batang, dan getah foxglove semuanya beracun. Rasa daunnya tidak enak, jadi kebanyakan orang dengan cepat memuntahkan tanaman.
Digitalis purpurea, dikutip dari naturalremedies.org, juga memiliki beberapa nama lokal lain, antara lain deadmen’s bells, common foxglove, fairy’s glove, witch’s bell, purple foxglove, folk’s glove, virgin’s glove, bloody fingers, dan fairy’s caps.
Dapat dicatat, semua nama itu merujuk pada penampilan, ukuran, bentuk, dan warna bunga. Orang-orang telah lama mengagumi tanaman ini, karena bunga-bunganya yang panjang, indah, keunguan atau merah muda berbentuk lonceng yang tumbuh ke atas dan ke bawah panjang, bertangkai ramping. Fakta bahwa tanaman ini beracun juga cenderung menarik perhatian orang.
Manfaat Herbal Tanaman Foxglove
Kegunaan ekstrak dari foxglove atau Digitalis purpurea sebagai obat, dikutip dari Wikipedia, diperkenalkan pertama kali oleh William Withering. Sebagai obat, glikosida dari tanaman ini digunakan untuk memperkuat kerja jantung (positif inotrop).
Ekstrak dari Digitalis purpurea biasanya diambil dari daun-daun tanaman yang tumbuh pada tahun kedua. Bagian-bagian yang murni dari tanaman ini juga dikenal dengan nama digoksin atau digitoksin.
Digitoksin bekerja di tubuh dengan cara menghalangi fungsi enzim natrium-kalium ATPase, sehingga meningkatkan kadar kalsium di dalam sel-sel otot jantung. Meningkatnya kadar kalsium di dalam otot sel-sel jantung inilah yang menjadi sebab meningkatnya kekuatan kontraksi jantung.
Digitalis purpurea, dikutip dari drugs.com, adalah salah satu dari banyak obat herbal yang digunakan oleh orang Romawi kuno. Meskipun penggunaannya untuk pengobatan gagal jantung telah ditelusuri kembali ke abad ke-10 Eropa, foxglove tidak banyak digunakan untuk indikasi ini sampai penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh dokter Inggris William Withering pada akhir 1700-an.
Pada tahun 1875, kimiawan Jerman Oswald Schmiedeberg pertama kali mengisolasi digitoksin murni dari mengekstraksi dan mengidentifikasi glikosida lain dari berbagai spesies Digitalis purpurea. Pada tahun 1957, digoksin diisolasi dari Digitalis purpurea dan sekarang menjadi glikosida jantung utama yang dipasarkan dalam bentuk tablet.
Pada tahun 1820 foxglove dimasukkan menjadi bahan untuk pembuatan obat pada perusahaan farmasi di Amerika Serikat, dan hingga saat ini diakui oleh semua perusahaan farmasi dunia.
Di Amerika Selatan, bubuk daun digunakan untuk meredakan asma, sebagai obat penenang, dan sebagai diuretik/kardiotonik. Di India, salep yang mengandung bahan glikosida digunakan untuk mengobati luka dan luka bakar.
Namun, apabila digunakan secara berlebihan, digitalis dapat berfungsi sebagai racun. Seluruh bagian tumbuhan ini mengandung glikosida, yang dapat menyebabkan keracunan. Reaksi-reaksi keracunan yang pertama mulai dari mual, muntah, diare, sakit perut, halusinasi, sakit kepala hingga delirium.
Dr B Anil Reddy, dari Maheshwara College of Pharmacy, Departemen Ilmu Farmasi, Hyderabad, Andhra Pradesh, India, meneliti terapi digitalis pada pasien dengan kegagalan jantung konsestasi. Senyawa digitalis dimasukkan ke dalam kelompok inotropik (atau obat yang meningkatkan kontraktilitas miokarida). Dari penelitian tersebut penggunaan Digitalis purpurea merupakan cara yang efektif untuk mengobati kongesti gagal jantung.
Inotrope adalah zat yang memiliki efek langsung pada kontraksi otot. Inotropisme positif adalah peningkatan kecepatan dan kekuatan kontraksi otot, sementara inotropisme negatif adalah kebalikannya. Digitalis memiliki efek inotropik positif pada otot jantung.
Selama awal abad ke-20, obat tersebut diperkenalkan sebagai pengobatan fibrilasi atrium. Kemudian, digitalis dimanfaatkan untuk pengobatan gagal jantung kongestif.
Penelitian terbaru terhadap tanaman foxglove juga menunjukkan efek antikanker. Namun, memerlukan penelitian lebih lanjut, untuk melihat apakah glikosida jantung dapat digunakan sebagai antitumor. Foxglove diidentifikasi memiliki sifat sitotoksik, termasuk aktivitas sitotoksik, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemanfaatannya.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...