Fraksi PDIP DPR Minta KPK Cerdas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat bertindak cerdas, sehingga masyarakat tidak salah tafsir dan senang saat mendengar nama seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
"Jangan membuat masyarakat salah tafsir dan euforia saja, karena tidak tahu bagaimana kejadian sebenarnya. Masyarakat harus paham hukum," kata Junimart, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1).
Dia menjelaskan, hal mengenai hukum yang harus diketahui masyarakat sepeti definisi dan perbedaan dari selidik dan sidik. "Sekarang, masyarakat hanya tahu ada seorang calon Kapolri yang korupsi tertangkap, lalu masyarakat tepuk tangan," ujar Junimart.
Oleh karena itu, politisi PDI Perjuangan itu menilai langkah Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mengajukan pra-peradilan terhadap KPK tepat. Menurut dia, itu merupakan hak hukum Komjen Polisi Budi Gunawan.
"Waktu uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR kemarin, saya tanya Pak Budi Gunawan tentang penetapan tersangkanya, beliau katakan tak pernah diperiksa ataupun dapat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bentuk bagaimanapun dalam perkara," ujar dia.
Dia juga menceritakan Komjen Polisi Budi Gunawan mengetahui pasal apa yang dipersangkakan oleh KPK. "Sekarang dalam proses selidik di instansi Kepolisian dikatakan tak cukup bukti, kemudian berhenti. Nah, di sisi lain, KPK lakukan selidik yang sama pada perkara sama, ternyata katanya KPK menemukan bukti, bahkan lebih dari dua alat bukti. Seharusnya KPK jangan lupa ada Memorandum of Understanding (MoU) antara mereka, Kejaksaan Agung, dan Mabes Polri,” ujar Junimart.
"Kalau dalam selidik KPK menemukan lebih dari dua alat bukti, maka dia harus menyerahkan hasil itu pada Kepolisian, disini KPK memposisikan diri sebagai supervisor,” dia menambahkan.
Selanjutnya, kalau KPK mengatakan ingin mencermati lebih dulu, politisi PDI Perjuangan itu mengaku keberatan. Sebab, KPK telah melanggar asas kesamaan dalam hukum, dimana lebih dari lima tersangka KPK saat ini belum menjalani proses pemeriksaan tidak diproses sama sekali. “Lalu kenapa sekarang Pak Budi Gunawan harus didahulukan?,” kata dia.
Junimart pun menuturukan hal ini tidak boleh dianggap remeh, sebab ke depannya hal serupa bisa terulang kepada orang lain. “Besok-besok, saya, anda, atau kita, bisa jadi tersangka semua, urusan belakangan penyelesaian kasusnya, soalnya KPK mengatakan kalau sudah tersangka tidak bisa lepas.
Dia menegaskan, bila KPK sudah memiliki slogan seperti itu, hilangkan saja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sehingga, bila seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, bisa langsung dinyatakan bersalah dan tidak menghabiskan uang negara untuk membayar jaksa.
“Buat apa habis uang negara, sampai sidang pengadilan, sampai kasasi, habis uang. Langsung saja putuskan bersalah kalau sudah tersangka, toh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak berjalan murni di KPK. Tidak ada pengadilan, tak perlu kita bayar jaksa mahal," kata Junimart.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Pengadilan Swedia Hukum Politisi Sayap Kanan Karena Menghina...
MALMO-SWEDIA, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan Swedia menjatuhkan hukuman pada hari Selasa (5/11) kepada s...