Freeport Komitmen Tingkatkan Kualitas SDM Papua
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - PT Freeport Indonesia menegaskan komitmennya untuk ikut mendukung pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya dari suku asli dari Papua.
"Sebagai perusahaan pertambangan yang telah 49 tahun di sana (Papua), kami punya komitmen mengembangkan masyarakat sekitar," kata EVP Sustainable Develpoment PT Freeport Indonesia Sonny ES Prasetyo di Semarang, hari Selasa (8/9) usai peresmian Asrama Putra Amungme dan Kamoro (AMOR) Semarang yang merupakan salah satu fasilitas yang dibangun Freeport untuk memfasilitasi pelajar Papua.
Sonny mengatakan setidaknya ada tujuh suku di Papua yang tinggal berdekatan dengan lokasi PT Freeport yang dibantu pengembangan SDM-nya melalui dana CSR, termasuk suku Amungwe dan Kamoro.
Untuk pengelolaan dana CSR, Freeport menyerahkannya kepada Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoto (LPMAK) dengan kucuran anggaran sekitar satu persen dari pendapatan per tahunnya.
"Kami hanya sebagai donatur, sementara yang mengelola penggunaan anggarannya ditangani LPMAK, seperti pembangunan Asrama Amor di Semarang ini. Demikian pula untuk bidang kesehatan dan ekonomi," katanya.
Ia mengatakan pengembangan SDM melalui pendidikan merupakan salah satu fokus utama program kemitraan pengembangan SDM antara Freeport dan LPMAK dengan dana mencapai 92,2 juta dollar AS pada 2014.
Sementara total dana investasi untuk pengembangan SDM yang telah disalurkan Freeport sejak 1992 sampai 2014 mencapai 1,3 miliar dollar AS, baik dikelola Freeport langsung maupun kemitraan dengan LPMAK.
Sejak dirintis pada 1996, program pendidikan Freeport telah menyalurkan beasiswa kepada lebih dari 8.000 orang dan lebih dari 100 orang di antaranya adalah lulusan program beasiswa khusus Amor.
Hasilnya, kata Sonny, mulai banyak putra-putra daerah Papua yang berkiprah dalam berbagai bidang profesi, seperti lima putra asli Suku Amungme yang berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi pilot.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Emanuel Kemong mengingatkan para putra daerah yang mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu di luar daerah nantinya harus mau kembali untuk membangun daerahnya.
"Kami minta pelajar-pelajar Papua ini segera beradaptasi dengan lingkungan, terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat sekitar agar bisa membangun daerahnya kelak," katanya.
Hingga kini, Asrama AMOR yang memiliki tiga bangunan fisik dengan kapasitas sekitar 85 pelajar putra dan putri, termasuk penyediaan fasilitas perpustakaan, ruang belajar dan ruang komputer.
"Asrama Amor ini dikhususkan bagi pelajar tingkat SMA asli Papua. Untuk proses seleksi, pengelolaan asrama, dan pendampingan siswa kami menunjuk mitra, yakni Yayasan Binterbusih," pungkasnya. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...