GA Siwabessy, Inspirasi bagi Kaum Muda
SATUHARAPAN.COM – Kemauan untuk terus belajar adalah salah satu prinsip hidup dalam diri Gerrit Augustinus Siwabessy paling inspiratif di mata anak-anak dan cucu-cucunya.
Dengan belajar, Siwabessy tidak harus selalu bergantung pada anak buah. Belajar juga memampukannya untuk memberikan pengarahan-pengarahan.
“Salah satu contoh ketika ia diangkat menjadi Menteri Kesehatan. Sekalipun ia seorang dokter yang sudah lama menjalani profesi itu, begitu diangkat sebagai menteri ia tetap belajar karena kesehatan masyarakat merupakan bidang baru baginya,” kata Bara Lasjkar Siwabessy, putra kedua GA Siwabessy, tentang ayahnya, seperti tertulis dalam buku Sang Upuleru – Mengenang 100 Tahun Prof Dr Gerrit Augustinus Siwabessy (1914 – 2014).
Siwabessy dilahirkan sebagai bungsu dari empat bersaudara pada 19 Agustus 1914 di Ullath, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Ayahnya, Enoch Siwabessy, petani cengkeh, meninggal ketika Gerrit baru berusia satu tahun.
Ibunya kemudian menikah lagi dengan Yakub Leuwol, guru sekolah terpandang, yang memungkinkan Gerrit menjalani pendidikan dasar dan menengah dengan baik. Berpindah-pindah sekolah mengikuti tugas ayah tirinya di Larike, Tawiri, dan Lateri, membuka cakrawalanya.
Ia menyelesaikan pendidikan di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), setara SLTP saat ini, di Ambon. Ia kemudian menerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya, dan lulus sebagai sarjana kedokteran.
Situasi politik-sosial pada masa penjajahan Jepang membawa langkah Gerrit Siwabessy bekerja di Bagian Radiologi dan Bagian Paru-paru Rumah Sakit Simpang, Surabaya. “Sebetulnya beta tidak terlalu tertarik pada radiologi. Semasa mahasiswa beta lebih banyak tertarik pada bidang fisika, dan karena hubungan dengan dr Latumeten, Kepala Rumah Sakit Jiwa Lawang, beta tertarik pula bidang psikiatri. Namun demikian, demi kelangsungan hidup, beta rela bekerja dalam bidang radiologi. Dengan demikian beta masuk ke bidang yang sama sekali baru…” demikian Siwabessy mengenang dalam buku memoar pertamanya, Upuleru.
Tidak terbayangkan, keputusan yang ia ambil secara terpaksa itu kemudian menentukan jalan hidupnya. Radiologi kemudian membawa langkah Siwabessy ke Inggris, memperdalam ilmu di Universitas London. Ia berkesempatan mengecap pengalaman belajar di pusat radiologi dan pusat kedokteran nuklir di beberapa kota di Inggris.
Bukan hanya ilmu tentang radiologi yang ia serap. Siwabessy berkesempatan mempelajari sistem kesejahteraan di bidang kesehatan, ide yang kemudian ia kembangkan di Indonesia dengan nama Asuransi Kesehatan, saat sudah menjabat Menteri Kesehatan.
“Begitu ia diberi tugas sebagai Menteri Kesehatan, ia harus melepaskan segala tanggung jawabnya yang lain agar dapat menggunakan waktunya untuk lebih mendalami segi-segi kesehatan masyarakat,” Bara mengenang.
Bara masih mengingat ucapan yang dilontarkan ayahnya sambil berkelakar ketika harus belajar banyak mengenai kesehatan masyarakat, “Most of the people I work with hold the degree of master of public health, but I am only a servant of public health.”
Melalui “Peringatan 100 Tahun GA Siwabessy”, Bara, mewakili anak dan cucu-cucu Siwabessy, tergerak untuk memanfaatkan peringatan itu untuk menginspirasi bahwa tidak hanya orang yang mendapatkan privilese yang dapat berkembang maju. Orang yang hidup pas-pasan, dan dari daerah-daerah terpencil pun, kalau mau berusaha, dapat menghasilkan karya adiluhur bila menjalani suatu kehidupan yang berprinsip melayani dengan jujur.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...