Georgia, Moldova, Ukraina Sepakati Perjanjian Asosiasi ke Uni Eropa
BRUSSEL, SATUHARAPAN.COM - Georgia, Moldova, Ukraina dan Uni Eropa menandatangani perjanjian asosiasi yang akan membawa pada penciptaan zona perdagangan bebas dengan Uni Eropa dalam pertemuan puncak di Brussels, hari Jumat (27/6).
Ukraina telah menandatangani perjanjian kerja sama ekonomi. Setelah pergolakan politik di Ukraina, Uni Eropa dan pemerintah negara anggota memutuskan untuk membagi perjanjian asosiasi menjadi dua bagian. Bagian politik dari perjanjian itu ditandatangani pada 21 Maret.
Perjanjian ekonomi menetapkan zona perdagangan bebas yang berlaku pada musim gugur, setelah diratifikasi oleh parlemen Ukraina. Kementerian Luar Negeri Ukraina berharap legislatif akan menyetujui perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa pada bulan Juli.
Presiden Ukraina, Petro Poroshenko, mengatakan penandatanganan kesepakatan asosiasi dengan Uni Eropa menandai “hari bersejarah” yang menawarkan negara bekas Soviet tersebut sebuah awal baru setelah dilanda ketidakstabilan politik beberapa tahun terakhir ini.
Kesepakatan yang akan mempererat hubungan politik dan ekonomi dengan Uni Eropa itu menawarkan “sebuah perspektif yang benar-benar baru untuk negara saya,” kata Poroshenko saat dia tiba untuk menghadiri upacara penandatanganan di Brussel seperti dikutip AFP.
“Ini adalah hari bersejarah, hari paling penting setelah kemerdekaan,” dari Moskow pada 1991, kata Poroshenko. Ukraina akan menggunakan “peluang tersebut untuk memodernisasi,” katanya dan menekankan pentingnya perdamaian dan keamanan untuk masa depannya dan masa depan kawasannya.
Kesapakatan tersebut merupakan sebuah “demonstrasi dari solidaritas UE,” kata dia menambahkan.
Para pemimpin UE akan menandatangani kesepakatan asosiasi dengan Ukraina ditambah Georgia dan Moldova pada pukul 0700 GMT, menandai sebuah perubahan menentukan untuk condong ke Barat bagi tiga republik bekas Soviet tersebut.
Batalnya perjanjian asosiasi pada menit-menit terakhir oleh presiden Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych, pada November lalu memicu demonstrasi yang akhirnya menyebabkan penggulingannya oleh pasukan pro-Uni Eropa pada Februari. Hal itu menyebabkan Rusia marah dan mencaplok semenanjung Crimea dari Ukraina, menenggelamkan hubungan Barat dengan Kremlin ke level terendah sejak akhir Perang Dingin.
Respons Rusia
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan pekan lalu bahwa Moskow tidak keberatan dengan perjanjian asosiasi Ukraina dengan Uni Eropa dan tidak berencana untuk memaksakan sanksi terhadap Kiev.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, seperti dikutip media Rusia, RIA Novosti, mengatakan, untuk Ukraina, asosiasi dengan Uni Eropa akan menjadi suatu cobaan, sebagai barang yang tidak kompetitif di pasar Rusia.
Menanggapi tawaran integrasi Georgia ke Uni Eropa, pada bulan Juni Putin berjanji kepada Komisi Eropa bahwa Moskow tidak akan melakukan tindakan negatif terhadap negara itu jika memilih untuk asosiasi dengan Uni Eropa.
Adapun Moldova, pejabat Rusia memperingatkan kesepakatan dengan Uni Eropa bisa berarti kehilangan pasar CIS (Commonwealth of Independent States) dan akan menjadi pukulan bagi hubungan bilateral kedua negara.
Rusia memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Ukraina dan Moldova dalam rangka CIS sementara Georgia, yang bukan anggota CIS masih menjadi bagian dari beberapa perjanjian perdagangan CIS.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...