Gerakan Memanen dan Menabung Air Hujan Solusi Kekeringan
Kekeringan telah melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bencana kekeringan di berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir ini makin intensif, seiring meningkatnya fenomena El Nino pada tahun 2015. El Nino dengan tingkat moderate, diprediksi menguat hingga awal tahun 2016.
El Nino merupakan gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudera Pasifik, di pantai Barat Ekuador dan Peru, yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.
Tri Handoko Seto, peneliti meteorologi tropis di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengatakan dampak kekeringan panjang akan terjadi di beberapa daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian Timur dan daerah-daerah yang terletak di Lintang Selatan, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel, dan Papua bagian selatan. Tri mengemukakan hal itu, Selasa (18/8), sebelum membuka konferensi pers di Hotel Le Meridien, Jakarta.
Menurut Sekjen Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Lilik Kurniawan, pada musim kemarau saat ini, di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, terjadi defisit air sekitar 20 miliar meter kubik. Kekeringan telah melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan di Indonesia hingga akhir Juli 2015.
Seluas 111.000 hektare lahan pertanian juga mengalami kekeringan. Sebagai solusi mengatasi permasalahan tersebut, perlu bijaksana dalam memanfaatkan dan mengelola air, termasuk menyiapkan perangkat kebijakannya.
Hal senada, dikatakan Agus Maryono, Ketua Kelompok Kerja IABI. Menanggulangi kekeringan dan banjir dapat dilakukan melalui gerakan memanen dan menabung air hujan.
Gerakan itu perlu mendapatkan dukungan pemerintah dan pemerintah daerah, dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, baik yang terkena dampak maupun tidak, sehingga bersiap diri menghadapi kekeringan menjadi budaya masyarakat.
Air hujan, merupakan sumber daya air yang sangat penting bagi makhluk hidup. Air hujan sangat bermanfaat untuk mengisi sumber air guna keperluan pertanian, domestik, dan industri.
Sistem pemanfaatan air hujan (SPAH), terdiri atas sistem penampungan air hujan (PAH) dan sistem pengolahan air hujan.
Penampungan air hujan dilengkapi dengan talang air, saringan pasir, bak penampung, dan sumur resapan (Sures).
Sumur resapan dapat digunakan untuk melestarikan air tanah dan mengurangi risiko genangan air hujan atau banjir, yang dilakukan dengan membuat sumur yang menampung dan meresapkan curahan air hujan.
Prinsip dasar penampungan air hujan adalah mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan atap melalui talang air ke dalam tangki penampung. Limpasan air yang keluar dari tangki penampung yang telah penuh, disalurkan ke dalam sumur resapan. Air dari bak penampung dapat diolah menjadi air siap minum kualitas air kemasan dengan teknologi pengolahan air langsung minum (arsinum).
Menampung air hujan dengan penampungan air hujan harus diupayakan maksimal. Pemerintah bisa membantu memberikan insentif untuk membuat tampungan-tampungan air hujan ukuran besar pada masyarakat, khususnya yang rentan kekeringan. Untuk menghilangkan kotoran debu, dapat dipakai alat penyaring air hujan sederhana (AM-Rainfilter).
Kelebihan air, dapat dimasukkan ke sumur resapan, sebanyak-banyaknya untuk mengisi air tanah di lokasi dan wilayah masing-masing.
Telaga, situ, danau, embung dan lain-lain, juga merupakan tempat penampungan air. Prinsipnya air hujan harus ditahan sebanyak mungkin di darat dengan ditampung atau diresapkan ke dalam tanah untuk mengisi air tanah, kata Agus. (bnpb.go.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...