Gereja Filipina Dukung Perjuangan Masyarakat Adat Lumad Pertahankan Tanahnya
MANILA, SATUHARAPAN.COM - Peserta Manilakbayan 2015 yang disebut "Lumad kafilah", datang ke Manila untuk memprotes pelanggaran HAM yang terjadi pada masyarakat adat Lumad di Filipina.
Sekitar 700 orang dari masyarakat adat Lumad yang mendiami pulau Mindanao Selatan di Filipina, berangkat bersama-sama dengan pendukungnya ke Manila. Mereka tiba pada hari Minggu, (25/10) seminggu setelah meninggalkan kampung halaman mereka.
Perusahaan pertambangan, perkebunan dan proyek ekstraktif lainnya dilaporkan memicu dan membiayai militerisasi di Mindanao yang kaya akan sumber daya mineral serta hutan lebat dan karunia alam lainnya
Organisasi HAM lokal, Karapatan, mengatakan lebih dari seribu keluarga Lumad (lebih dari 4.000 orang) telah dipaksa untuk meninggalkan tanah leluhur mereka dan saat ini tinggal di pusat-pusat evakuasi.
"Serangan terhadap sekolah (pembakaran, penggerebekan, pelecehan dan intimidasi dari siswa dan guru) yang dijalankan oleh Lumad dan organisasi non-pemerintah telah terjadi. Sekitar 56 pemimpin Lumad dan aktivis lingkungan yang menolak proyek pertambangan skala besar di Mindanao telah dibunuh sejak tahun 2010," katanya.
Sementara itu, Dewan Gereja-Gereja Nasional di Filipina (National Council of Churches in the Philiphine, NCCP) dalam pernyataannya mengutuk pembunuhan yang baru-baru ini terjadi terhadap tokoh masyarakat yang bernama Lumad Emerito Samarca dan Dionel Campos.
"Kami menyambut Manilakbayan, masyarakat adat Lumad, Moro dan pembela hak asasi manusia dari Mindanao yang tak henti-hentinya mempunyai pengharapan," kata Sekretaris Umum, KASIMBAYAN Norma Dollaga, (sebelumnya Ekumenis Pusat Pengembangan) dan melayani di Gereja Methodish di Filipina .
"Mereka menyampaikan kepada kami begitu banyak hal yang perlu dilakukan untuk mencapai dan menyelesaikan impian; tidak pernah menyerah untuk memperjuangkan hak dan martabat dari seseorang; menangis dan meneteskan air mata untuk melanjutkan perjuangan mereka; untuk mengekspresikan kemarahan mereka, ketakutan, dan tantangan; mereka menyanyikan lagu-lagu dengan kejujuran, menarikan irama musik perjuangan, kegembiraan dan harapan, "lanjutnya.
"Perjuangan untuk hidup dari masyarakat adat Lumad di Mindanao untuk membela tanah leluhur, seperti tanah bagi mereka adalah kehidupan," kata Frater Rex Reyes Jr, sekretaris jenderal National Council of Churches in the Philiphine (NCCP) dan anggota Komite Sentral Dewan Dunia Gereja-gereja (WCC).
"Dalam perjalanan bersama Lumad, NCCP telah mendukung dengan doa perjuangan mereka untuk tanah, hidup dan menentukan nasib sendiri," katanya. (Oikumene.org)
Editor : Eben E. Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...