Gereja-gereja Kenya Protes Regulasi Organisasi Keagamaan
NAIROBI, SATUHARAPAN.COM – Banyak pemimpin Katolik dan Kristen di Kenya tidak puas dengan dua dokumen yang diterbitkan minggu ini, satu oleh kantor Kejaksaan Agung, berjudul “Kepatuhan Masyarakat Kepada Aturan Agama”, dan yang kedua yang diterbitkan oleh Otoritas Komunikasi Kenya berjudul “Pengaturan Program Siaran Kristiani di Radio dan Televisi Berbayar” di Kenya.
“Gereja bukanlah institusi bisnis, juga bukan organisasi non-pemerintah atau sipil masyarakat. Gereja adalah umat Allah. Dengan demikian, negara tidak boleh mengaudit iman umat Allah,” demikian pernyataan resmi Konferensi Waligereja Kenya seperti diberitakan Catholic News Report, hari Selasa (19/1).
Dalam upaya untuk mengatur dan membatasi ruang gerak lembaga-lembaga keagamaan, Jaksa Agung Kenya, Githu Muigai kini telah menerbitkan regulasi, yang diusulkan setelah menggelar dua pertemuan konsultatif dengan para pemimpin agama pada tahun 2014 dan 2015,
Kejaksaan Agung Kenya meminta semua nama lembaga keagamaan, antara lain persyaratan, lembaga tersebut harus terdaftar dengan pemerintah, persyaratan lainnya adalah lembaga tersebut memiliki cabang beroperasi di dalam negeri. Para pemimpin umat, pendeta atau pastor harus lolos kualifikasi pendidikan diploma dalam teologi. Aturan yang diusulkan juga memberikan kewenangan negara untuk melakukan audit mendadak.
Konferensi Waligereja Kenya lebih lanjut mencatat bahwa peraturan yang serupa dengan mengubah gereja-gereja menjadi pusat registrasi belaka. “Bukan benteng harapan dan iman bagi jutaan warga Kenya,” lanjut pernyataan resmi tersebut.
Pernyataan tersebut menambahkan bahwa permintaan pemerintah untuk menyimpan catatan nama tersebut akan mengurangi makna Kristen menjadi hanya permainan angka. “Gereja tidak dapat lagi optimal melakukan penyebaran Kabar Baik guna membantu orang-orang menjadi pribadi yang lebih baik,” lanjut pernyataan resmi tersebut.
Kelompok Kristen Evangelikal dan Pentakosta Kenya bahkan lebih vokal dalam mengecam, karena mereka menganggap Kejaksaan Agung dan lembaga hukum negara telah menyebabkan mereka untuk lebih percaya kepada negara daripada percaya diri sebelum memberitakan Firman Tuhan.
Pemimpin oposisi Kenya, Raila Odinga mengkritik keras persyaratan akademik untuk pengkhotbah. Odinga menjelaskan bahwa apabila dibatasi oleh persyaratan akademik maka akan menjadi tidak praktis bagi pemerintah.
“Para pemimpin gereja merasa bahwa penginjilan adalah panggilan dari Allah, dan negara tidak memiliki bisnis yang menyatakan apakah pendeta harus memiliki gelar teologi untuk berkhotbah,” kata Odinga.
Sebuah Penginjil terkemuka, Mark Kariuki meminta pemerintah membatalkan peraturan karena pemilihan umum Kenya 2017 sangat dekat
Kariuki menjelaskan langkah pemerintah membuang-buang dengan dalam mencoba untuk menggambarkan pemerintah sebagai pihak yang mengambil keuntungan dalam menciptakan aturan yang mengebiri hak dan kebebasan fundamental warga Kenya. “Aturan itu melanggar kebebasan beribadah,” kata dia.
Sementara itu mengenai aturan di media massa tentang siaran kristiani yang diterbitkan oleh Otoritas Komunikasi Kenya, telah menyebabkan kekhawatiran sejumlah pegiat kerohanian Kristen dan Katolik di Kenya.
Konferensi Waligereja Kenya mengkritik salah satu aturan yakni tentang stasiun radio tersebut tidak mengeksploitasi kerentanan pendengar apalagi sampai mengubah kepercayaan, baik dengan acara amal apalagi khotbah di dalam radio.
Sejumlah pemimpin gereja evangelikal menyatakan pedoman ini meniadakan seluruh tujuan pekabaran Injil, yang menurut mereka, adalah untuk meyakinkan pendengar mereka di radio dan TV pemirsa untuk memberikan hidup kepada Tuhan.
Para pemimpin gereja evangelikal juga memprotes bahwa pemerintah melarang pemimpin gereja meminta dukungan keuangan apalagi mendikte pengikut Kristen di Kenya tentang memberikan persepuluhan.
Di sisi lain Otoritas Komunikasi Kenya, yang menciptakan aturan tersebut bersikeras peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari pengkhotbah nakal dan penipu yang menyamar sebagai pemimpin agama.
Otoritas Komunikasi Kenya memberi contoh laporan investigasi dari beberapa pengkhotbah di televisi yang direkrut orang dan dilatih untuk tampil di program mereka untuk memberikan kesaksian palsu. (catholicnewsreport.com).
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...