Gereja Ini Ratusan Tahun Berdiri di Desa 100 Persen Muslim
SATUHARAPAN.COM – Gereja Putra Tunggal Sang Janda berdiri sejak 1880 di Desa Nain yang seluruhnya Muslim. Bahkan pembangunannya pun—oleh biarawan Fransiskan—tanahnya disediakan dan ditolong penduduk setempat.
Saat gereja dibangun, di depannya sudah ada Masjid Mukam Sidna Aisa. Gereja ini melewati masa pemerintahan kekhalifahan Ustmaniyah, Perang Dunia I, penjajahan di bawah Kerajaan Inggris, Perang Dunia II, dan Perang Arab Israel dan kini masuk ke teritori Galilea, Israel.
Nama gereja tersebut diambil dari mukjizat yang dilakukan Yesus. Tercatat di Lukas 7:11-17, Yesus membangkitkan anak laki-laki seorang janda dari maut. Pada zaman Yesus pun, desa ini sudah bernama Nain. Tidak ada yang berubah di Nain. Jumlah penduduknya pun hanya dari ratusan di zaman Yesus hingga awal abad ke-20. Kini sekitar 1.700-an.
Arkeologi
Nain disebutkan dalam sumber Mesir bertarikh 3.500 tahun lalu. Dan, arkeolog dapat memastikan sejarahnya kembali setidaknya 2.300 tahun lalu, setelah penggalian besar bangunan Romawi di sana dengan fondasi zaman Helenistik.
Eusebius, uskup Kaisarea, mengidentifikasi lokasi mukjizat ini di abad ke-4,. Ia mencatat bahwa desa Nain tidak jauh dari Endor, tempat Raja Saul berkonsultasi dengan tukang tenung sebelum pertemuan terakhirnya dengan orang Filistin (dijelaskan dalam kitab 1 Samuel).
Catatan pertama tentang kunjungan peziarah adalah anonim (mungkin oleh Egeria, yang mengunjungi Tanah Suci sebagai peziarah sekitar tahun 380). Ia mengatakan, “Di desa Nain yang adalah rumah janda yang anaknya dihidupkan kembali. Di situ ada gereja dan tempat pemakaman yang akan dituju iring-iringan pengantar jenazah anak laki-laki itu masih ada sampai sekarang.”.
Fransiskan Dibantu Muslim
Setelah jatuhnya kerajaan Bizantium di abad ke-12, Nain menjadi sebuah desa Muslim sampai sekarang.
Seorang biksu Prancis yang mengunjungi tempat itu pada tahun 1664 mencatat, “Di desa ini ada seratus keluarga Arab, hanya sedikit orang Kristen berziarah. Dan, di situ tidak ada tanda-tanda rumah janda itu.”
Pemandangan Desa Nain, tampak kubah hijau dan menara masjid. Di sebelah kirinya adalah Gereja Putra Tunggal Sang Janda. (Foto: Bible Walks)
Ketika para biarawan Fransiskan pada tahun 1880 mereka mendapati reruntuhan gereja kuno yang pernah diubah menjadi masjid. Di atas reruntuhan gereja dan masjid itu, para biarawan membangun Gereja Putra Tunggal Sang Janda, dibantu kepala desa.
Sebuah laporan di surat kabar Vatikan L’Osservatore Romano menggambarkan sang kepala desa sebagai “seorang Muslim yang jujur dan baik hati yang mengizinkan para biarawan Fransiskan untuk mengambil air dari satu-satunya mata air terdekat dan batu-batu dari tanah sendiri sebanyak yang diperlukan untuk membangun gereja.”
Gereja Fransiskan itu dibangun sederhana, gereja persegi panjang. Di dalamnya, dua lukisan menggambarkan mukjizat dalam gaya yang berbeda. Gereja dan masjid hanya dipisahkan oleh jalan kecil.
Di bagian barat desa tersebut, sekitar setengah kilometer jauhnya dari rumah, ada makam berbentuk gua dibuat dengan melubangi sisi gunung. Bisa jadi prosesi pemakaman yang ditemui Yesus melewati jalan ke arah ini.
Pada abad kelima, Nain menarik peziarah Kristen, tetapi hari ini mereka tidak lagi mengunjungi Nain. Meskipun gereja masih utuh, desa ini telah menghilang dari daftar situs yang dikunjungi wisatawan yang menapaki jejak Yesus.
Walaupun secara resmi, pengelolaan gereja ini ditangani Ordo Fransiskan di Gunung Tabor, sekitar tujuh kilometer dari Nain, di sebelah Gereja Putra Sang Janda ini adalah rumah keluarga Barakat, yang anggotanya telah menjadi penjaga kunci kuno besar untuk gereja selama beberapa generasi. Tidak ada jadwal jam buka gereja, jadi kita hanya perlu mengetuk pintu keluarga itu dan meminta kunci. (Haaretz/Bible Walks/See The Holy Land)
Carlo Ancelotti Pelatih Terbaik FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Carlo Ancelotti meraih penghargaan Pelatih Pria Terbaik FIFA 2024 yang di...