Gereja Perlu Berdialog dengan Kelompok Intoleran
GUNUNGSITOLI, SATUHARAPAN.COM – Gereja harus bisa membuka solidaritas antar umat beragama dan kepercayaan di Indonesia.
“Gereja harus dapat membuka gereja membuka diri terhadap komunikasi serta kerjasama yang konstruktif dengan berbagai pihak yang toleran maupun tidak toleran agar dapat tercipta dialog konstruktif antar agama dan mencegah berbagai hal yang berpotensi konflik,” kata Pendeta Dr. HWB Sumakul, Ketua Komisi Pesan Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (SR XVI PGI), Sabtu (15/11), di Gunungsitoli.
Komisi Pesan SR XVI PGI merupakan salah satu komisi yang dibentuk di SR XVI PGI untuk menampung aspirasi berbagai sinode gereja di Indonesia yang bernaung di bawah PGI.
Komisi Pesan SR XVI PGI mencatat bahwa permasalahan seputar radikalisme di Indonesia yang terutama adalah yang berkaitan dengn aksi-aksi menyudutkan minoritas menggunakan cara-cara kekerasan.
“Pada satu sisi radikalisme disebabkan oleh politisasi agama, kemiskinan, ketidakadilan, perlawanan terhadap kapitalisme dan kemapanan serta absennya negara menegakkan hukum,” HWB Sumakul menambahkan.
Radikalisme seperti NIIS (Negara Islam Irak dan Suriah) atau yang disebut ISIS (Islamic State Iraq and Syria) merupakan bentuk radikalisme yang disebabkan keinginan mendirikan negara agama dan ketidakmampuan berdampingan dengan agama lain.
Rekomendasi lain yang diusulkan Komisi Pesan SR XVI PGI yang berkaitan dengan radikalisme adalah gerakan oikumenis yang berorientasi kepada level akar rumput atau lapisan masyarakat terbawah dalam sebuah struktur sosial.
Dialog antar iman di level terbawah sangat penting dewasa ini, karena konflik antar iman atau tindakan radikalisme tidak terjadi hanya di ibu kota Indonesia tetapi di daerah terpencil lainnya.
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...