Gereja Wajib Menghidupkan Spiritualitas Keugaharian
“Gereja dan pemimpinnya mestinya berbela rasa dan tidak menjadi nyaman dalam kemiskinan umat. Gedung-gedung gereja yang megah, dalam konteks kemiskinan umat dan masyarakat, menunjukkan belum diwujudkannya spiritualitas keugaharian di kalangan gereja-gereja di Indonesia,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat PGI, Jeirry Sumampow dalam keterangan pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Senin (1/2).
Ia menambahkan gereja perlu mendayagunakan seluruh kapasitas yang dimilikinya untuk menjadi tanda rahmat bagi Indonesia karena hal ini dapat menjauhkan diri dari etos hidup yang konsumtif, mewah, pamer kemewahan dan kekuasaan, boros, eksploitatif, instan, dan tidak ramah lingkungan.
“Sebaliknya gereja-gereja perlu hidup sederhana sesuai doa Yesus “ Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (seperti tertuang di Alkitab–Matius 6:11).
PGI menyoroti bahwa spiritualitas keugaharian diwujudkan setiap gereja menahan diri tidak mengumbar simbol-simbol gerejawi di ruang publik.
“Gereja anggota PGI yang beragam dalam hal sumber daya, dana dan teologi perlu terus mengembangkan kesediaan dan kemampuan untuk saling berbagi. Pola relasi antar gereja mestinya diarahkan pada saling melengkapi dan memperkaya dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan begitu gereja-gereja sungguh menjadi anggota tubuh Kristus yang saling menopang,” ia menambahkan.
Secara khusus, Pikiran Pokok Spiritualitas Keugaharian mengaitkan keugaharian dan keragaman. Ia menjelaskan keragaman telah menjadi ciri keluarga, jemaat, gereja/denominasi, agama-agama, dan masyarakat Indonesia.
“Kegagalan menyikapi keragaman secara baik akan melahirkan disintegrasi atau perpecahan. Karena itu perlu ada kesediaan untuk terbuka dan menghargai perbedaan serta berdialog dan belajar dari perbedaan yang ada,” kata dia.
Ia menambahkan gereja perlu mengembangkan keterbukaan dalam menghargai pendapat dan kemampuan berdialog antargenerasi, antarkeluarga, antarjemaat, antardenominasi/gereja dan antaragama, karena dalam semangat keugaharian dan keragaman, seluruh gereja dan masyarakat di Indonesia, menurut dia perlu belajar menghindari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan verbal, dalam penyelesaian perbedaan pendapat yang acap kali menyebabkan konflik. (PR).
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...