Gerindra Pertanyakan Jaksa Agung Pilihan Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk politisi Partai NasDem HM Prasetyo sebagai jaksa agung baru menggantikan Basrief Arief, pada Kamis (20/11).
Dia mengaku ingin mengetahui alasan Presiden Jokowi, karena jaksa agung adalah jabatan strategis dalam memberantas korupsi di Republik Indonesia.
“Saya bertanya-tanya, mengapa HM Prasetyo ditunjuk sebagai jaksa agung. Presiden Jokowi harus memberi alasan, karena jaksa agung adalah jabatan strategis dalam pemberantasan korupsi,” kata Martin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/11).
Politisi Partai Gerindra itu juga mengaku tidak mengenal HM Prasetyo. Selain karena sosok tersebut jarang berbicara mengenai hukum, sepak terjang Politisi NasDem itu pun tak pernah terdengar.
“Jadi wajar bila saya bertanya apa penunjukkan ini atas dasar kepentingan negara hukum atau hanya kepentingan Pak Jokowi semata,” ujar Martin.
Bara dalam Sekam
Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA) M Imam Nasef mengatakan keputusan Presiden Jokowi mengangkat jaksa agung dari kalangan politisi telah mengabaikan masukan rakyat. Jauh-jauh hari Presiden telah diingatkan untuk tidak memilih jaksa agung dari kalangan politisi, namun masukan itu seperti tak diindahkan.
Dengan dilantiknya HM Prasetyo yang notabenenya adalah politisi Nasdem bisa menggerus ekspektasi publik akan hadirnya wajah baru penegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung RI. “Memang bukan tidak mungkin Pak HM Prasetyo mampu bersikap profesional dan independen, akan tetapi, itu bukanlah hal yang mudah bagi seorang politisi aktif,” ujar dia.
Imam menambahkan, secara yuridis status HM Prasetyo saat ini masih rangkap jabatan, karena Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberhentian yang bersangkutan dari DPR belum diterbitkan. Terlebih secara de jure HM Prasetyo belum resmi diberhentikan sebagai Anggota DPR, dan hal itu tentu melanggar ketentuan Pasal 21 huruf a Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung RI.
“Dengan diangkatnya beliau menjadi Jaksa Agung, Presiden semacam menaruh bara dalam sekam,” kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...