GKI Didesak Upayakan Dialog Jakarta-Papua Dimediasi PBB
GKI Di Tanah Papua genap berusia 61 tahun pada 26 Oktober 2017. Ia didesak aktif menyuarakan perlindungan HAM Orang Asli Papua.
MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM - Ketua Pengarah pada Forum Persekutuan Presbiter dan Jemaat (FPPJ) Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua se Klasis Manokwari, Yan Christian Warinussy, memandang b salah satu tugas penting GKI Di Tanah Papua adalah ikut menyuarakan dan mendorong berjalannya upaya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) umat Tuhan di Tanah Papua, khususnya umat GKI dan masyarakat Papua pada umumnya.
Berkenaan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-61 GKI Di Tanah Papua, 26 Oktober 2017, Yan Christian yang juga adalah Advokat dan Pembela HAM di Tanah Papua, mendesak GKI di Tanah Papua untuk terlibat penuh dan berperan secara aktif dalam mendesak upaya penyelesaian berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM Rakyat Papua (OAP) yang sudah memasuki ruang-ruang regional dan internasional dewasa ini.
Menurut dia, dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com hari ini, di bawah kepempimpinan Ketua Badan Pekerja Am Sinode GKI Di Tanah Papua, Pdt.Andrikus Mofu, S.Th, M.Th, GKI mampu tampil sebagai pembawa suara kenabian yang sungguh-sungguh dan berani menyuarakan dimulainya upaya-upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Upaya tersebut, lanjut dia, melalui dialog konstruktif di bawah mediasi dan kontrol dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua berdiri di Abepura-Jayapura 61 tahun lalu dan kini menjadi salah satu gereja terbesar di Tanah Papua. Yan Christian mengatakan GKI Di Tanah Papua adalah buah karya penginjilan yang telah dirintis dan dijalankan sejak mendaratnya dua zendeling, Carl Wullem Ottow dan Johann Gottlob Geissler pada 5 Februari 1855 (162 tahun lalu) di Pulau Mansinam, Teluk Doreh- Manokwari.
"Sepanjang lebih kurang 100 tahun, Injil yang ditabur pertama kali di Pantai Pasir Putih Pulau Mansinam tersebut bertumbuh dan terus berbuah menjadi Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua yang mandiri dan merdeka pada tanggal 26 Oktober 1956 di Abepura-Jayapura," tulis dia.
Selanjutnya GKI Di Tanah Papua menjadi sebuah organisasi modern milik Orang-orang Asli Papua (OAP) yang pertama kali ketika itu (tahun 1956) pada saat Tanah Papua masih menjadi bagian dari wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda dengan nama Netherlands Nieuw Guinea.
Hal itu ditandai dengan adanya pengesahan status GKI Di Tanah Papua sebagai Gereja berdasarkan Keputusan Gubernur (Gubernemen Netherlands-Nieuw Guinea Tahun 1957 Nomor 9 dan diakui sebagai Gereja atas dasar Keputusan Gubernur Netherlands Nieuw Guinea tanggal 8 Februari 1957 Nomor 26 atas Keputusan Raja tanggal 29 Juni 1930 Nomor 80.
Sesudah GKI Di Tanah Papua berdiri sendiri maka diamanatkan kepadanya tugas-tugas mengabarkan Firman Allah, melakukan sakramen, penggembalaan dan siasat serta melakukan pekerjaan diakonia dan sebagainya.
"Dengan demikian status hukum GKI DI Tanah Papua sebagai sebuah organisasi moderen pertama dari rakyat Papua (OAP) tidak bisa dianggap sepele dan diremehkan oleh siapapun, termasuk negara dan pemerintah Indonesia saat ini," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...