GM Utut: Pecatur Paling Kerja Keras, Dialah Pemenangnya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grandmaster Utut Adianto, mengatakan perbedaan catur pada zaman dulu dengan masa kini terletak pada permasalahan semangat zaman pecaturnya saja.
“Mana lebih baik zaman dulu sama zaman sekarang, itu permasalahan semangat zaman saja,” kata Utut mengutip perkataan Bung Karno mengenai kebutuhan zaman dalam Festival Catur Pelajar Tingkat Nasional BPK PENABUR 2021, hari Sabtu (14/8) yang disiarkan secara virtual.
Utut menegaskan bahwa catur mengandung empat unsur penting pada prinsipnya. Pertama adalah strategi. Kemudian kedua, taktis atau pukulan.
“Yang ketiga adalah maneuvering, dan keempat evaluasi hasil posisi. Jadi dari evaluasi itu yang tadi dijalankan,” kata Utut.
Jadi sekali lagi apa bedanya, kata Utut, sangat beda.
Menurutnya, yang membuat sekarang juga sangat beda, juara dunia dapat datang dari negara dengan tidak punya kultur catur.
Kalau dulu, kata Utut, catur ini pasti dari negara yang kultur catur yang kuat seperti Uni Soviet, eks Yugoslavia, Rumania, dan negara-negara timur. Sedangkan di negara baratnya yaitu Amerika, Inggris, Belanda dan Jerman.
“Sekarang semua menyebar karena semua merasa bahwa investasi catur paling murah. Paling mungkin semua negara merasa banyak orang pintar,” kata Utut.
Jadi menurut Utut sekarang siapa yang paling mau kerja keras, siapa yang dapat menyelaraskan antara fundamen dan komputer paling baik, dialah yang menang.
"Tahun 1992 saya ke Norwegia yang main catur bisa enggak nyampe 100 orang sekarang mereka punya Wonder Boy Magnus Carlsen sudah 10 tahun menjadi pecatur nomor satu dunia. Apakah Magnus Carlsen itu orang dengan kultur kuat? Tidak. mereka tidak punya kultur catur,” kata Utut.
Sementara itu hal yang membuat catur tetap sama dari dulu hingga sekarang yaitu pada prinsip fundamen caturnya.
“Kalau sama ya tetap sama, bahwa pemain catur yang kuat harus tahu nilai aktivitas buah, koordinasi kerja antar buah, gajah baik gajah buruk. Ini ilmu yang sudah lanjutan,” kata utut.
Utut mencontohkan partai bergengsi antara Magnus Carlsen yang kalah melawan Jan Krzysztof Duda.
Carlsen pegang putih, itu contoh paling baik, kata Utut, gajah baik lawan gajah buruk, buahnya sama seimbang tapi akhirnya Carlsen kalah oleh Duda.
“Lagi-lagi bahwa fundamen hidup tidak berubah demikian juga catur,” kata Utut.
Wapres Lihat Bayi Bernama Gibran di Pengungsian Erupsi Lewot...
FLORES TIMUR, SATUHARAPAN.COM - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mengunjungi seorang b...