Gomar Gultom Tanggapi Usulan BNPT Terkait Kontrol Rumah Ibadah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pendeta Gomar Gultom menanggapi usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah.
Gomar menilai perihal itu merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pasca reformasi 1998.
"Kita sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi kita sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah," kata Gomar dalam keterangan tertulis kepada satuharapan.com, Senin (4/9).
Menurut Gomar, pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme.
"Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa orde baru," kata Gomar.
Gomar mengatakan masalah yang kita hadapi kini adalah pemerintah kurang tegas menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat.
Bahkan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.
Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan.
"Ketimbang memberlakukan usulan Kepala BNPT, saya lebih meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku," kata Gomar.
Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan. Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun.
"Di sisi lain, pemerintah pun perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pendakwah, dan jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme," kata Gomar.
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...