Gomar Gultom: Tiga Catatan Kunci dalam Konsultasi Gereja dan Komunikasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komunikasi sebagai sikap peduli, komunikasi sebagai upaya pembebasan dan Komunikasi dalam rangka mediasi, adalah tiga hal sebagai catatan kunci yang disampaikan oleh Pdt. Gomar Gultom, Sekretaris Umum PGI dalam pembukaan Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi (KONASGK) yang diselenggarakan dari tanggal 12-15 Nopember 2013 di Graha GBI, Jakarta.
Selain menyampaikan catatan tersebut, secara resmi Pdt. Gomar Gultom berkesempatan memukul gong pembukaan dari rangkaian acara KONASGK yang diselenggarakan oleh Pelayanan Komunikasi MasyarakatPGI (Yakoma PGI), yang dihadiri oleh sejumlah gereja dari seluruh Indonesia, serta para penggiat komunikasi. KONASGK kali ini adalah kegiatan ke-5 yang diselenggarakan oleh Yakoma PGI, dengan mengangkat tema, Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.
Lebih lanjut Pdt. Gomar Gultom menguraikan catatan bahwa di masa sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa sebagai persekutuan, yang terdiri dari beragam manusia, maka kemampuan berkomunikasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat vital. Cara dan proses berkomunikasi yang efektif menjadi sebuah kebutuhan. Apalagi ketika Injil harus diberitakan maka lebih lagi pentingnya Komunikasi ini.
Dalam kerangka tersebut, Gomar Gultom menyampaikan tiga Catatan berkaitan dengan penyelenggaraan KONASGK yang ke-5:
Catatan Pertama: Komunikasi sebagai Sikap Peduli
Dalam perspektif kristen, cara berelasi dan pola komunikasi harus memiliki nilai lebih. Relasi dan komunikasi tersebut harus mewujud dalam penyerahan diri kepada orang lain, sebagai ungkapan cinta kasih.
Komunikasi kristen haruslah dialaskan pada pola komunikasi Yesus sendiri, yang menyerahkan dan mengorbankan diriNya bagi rang lain, demi cinta kasihNya. Itu sebabnya bisa kita katakan, Yesus adalah contoh puncak Komunikasi, dimana Ia menyerahkan diriNya demi orang lain.
Dalam konteks komunikasi kita kini, kita menyerahkan diri kepada semua orang. Tetapi tentu ada pengutamaan kepada mereka yang terpinggirkan, sama seperti Yesus yang hadir kepada mereka yang selama ini terabaikan dan terpinggirkan.
Dalam terang itulah pilihan tema Konas ini, sangat tepat: Pimpinlah kami kepada keadilan dan perdamaian. Di sana ada ajakan untuk menandai komunikasi kristen dengan semangat untuk perduli dengan mereka yang selama ini diprlakukan tidak adil, agar semua dibebaskan menuju perdamaian.
Catatan Kedua: Komunikasi sebagai Upaya Pembebasan
Dewasa ini berbagai bentuk media komunikasi telah begitu hebatnya, dengan kemajuan yang pesat baik dalam bentuk broadcasting maupun social media. Tapi ada sesuatu yang menguatirkan di sini, komunikasi telah membekenggu kita sedemikian rupa, sehingga, misalnya untuk berpakaian pun selera kita telah ditentukan oleh advertising, termasuk selera musik, selera makanan. Kita tidak lagi bebas. Anak-anak kita digiring oleh pemberitaan media: tawuran, narkoba, dugem. Komunikasi begitu ambigiu; tsunami kata Ketua Panitia tadi
Celakanya, konon, komunikasi yang dikembangkan di lingkungan gereja pun tidak membawa masyarakat semakin dewasa, yang memiliki kemampuan memutuskan pilihannya. Komunikasi gereja kita telah begitu menggurui yang memandulkan daya kritis warga jemaat kita, dan menggirimg kita kepada pola berpikir yang monolitik
Komunikasi gereja kita telah memperlakukan warga sebagai anak-anak yang masih harus minum susu, dan tidak pernah sampai kepada makanan keras.
Catatan Ketiga: Dari media ke mediasi
Pola berkomunikasi kita selama ini kita selalu menempatkan komunikator pada posisi yang serba lebih tahu dan komunikan sebagai ang harus dicekoki dengan pelbagai pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh komunikator melalui media komunikasi. Di sini media hanya dilihat sebagai alat atau saluran.
Hal demikian ini tak lagi bisa dipertahankan dalam komunikasi kristen. Komunikator dan komunikan harus ditempatkan dalam suatu komunitas yang saling peduli dan media harus dilihat sebagai sesuatu yang juga memiliki filosofi sendiri, tidak semata saluran yang netral. Olehnya harus dikritisi apakah media tersebut turut membantu terbentuknya bangunan komunikasi yang dapat membawa kita kepada keadilan dan perdamaian. Jika sebaliknya, kita harus berani menolak keberadaan, apalagi menggunakan media tersebut.
Dalam kerangka inilah kami menyambut penyelenggaraan Konsultasi Nasional ini yang diharapkan akan, di satu sisi akan mengevaluasi bentukmdan substansi komunikasi kita selama ini, dan di sisi lain, setelah proses saling belajar dan saling bertukar dan saling memperkaya; mendorng kita untuk mengembangkan komunikasi yang perduli dan membebaskan.
Terimakasih pada Yakoma-PGI dan Sinode GBI, tetapi terutama kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti Konas ini. Kami menilai ini sebagai komitmen kita untuk sedia mengkomunikasikan injil.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...