Google Earth Deteksi Jalur Perdagangan Antiokhia Kuno
CINCINNATI, SATUHARAPAN.COM – Seorang arkeolog menyatukan temuan arkeologinya dengan Google Earth, menghasilkan kesimpulan mengejutkan tentang sebuah kota kuno yang sempat menjadi pusat kekristenan awal: Antiokhia.
Pemetaan Politik dan Jaringan Perdagangan dengan riset menggunakan Google Earth—penelitian yang memanfaatkan teknologi komputasi untuk mempelajari bidang humaniora—telah memungkinkan para peneliti untuk menyelisik struktur politik masa kuno dengan perspektif yang lebih luas. Jadi, Kristina Neumann, kandidat doktor di University of Cincinnati, yang menciptakan sebuah peta interaktif yang menggambarkan perubahan hubungan politik dan ekonomi Antiokhia kuno dari waktu ke waktu menggunakan perangkat lunak Google Earth. Penelitiannya, dijelaskan dalam siaran pers dari University of Cincinnati, Kamis (2/1) mengungkapkan bahwa Antiokhia kuno—sebuah kota Kerajaan Siria yang memainkan peran penting dalam munculnya Helenistik Yahudi dan Kristen awal—memiliki pengaruh politik yang lebih besar atas kawasan sekitarnya dan punya jaringan perdagangan yang lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Neumann membuat basis data koin-koin Antiokhia yang berasal dari akhir abad ketiga sebelum Masehi ke abad kelima Masehi serta koin-koin non-Antiokhia yang digali di sekitar Antiokhia kuno. Data tersebut mencatat informasi seperti, di mana setiap koin ditemukan, kapan itu dicetak dan siapa penguasanya saat koin itu dibuat. Neumann kemudian mengimpor data tersebut ke Google Earth.
Dalam sebuah email ke Bible History Daily, Neumann menjelaskan bahwa peta yang dibuatnya memvisualisasikan teori-teori para pakar sejarah bahwa Antiokhia—terhubung dengan baik dengan seluruh Mediterania. Neumann mengamati koin-koin Antiokhia bergerak dalam perkembangan yang kuat dari kota ke timur sepanjang Sungai Orontes selama abad pertama sebelum Masehi melalui abad pertama Masehi.
Jika meneliti koin-koin asing yang digali di Antiokhia, kita bisa melihat bahwa koin-koin tersebut berasal dari sepanjang pantai Asia Kecil dan ke kawasan Levant selatan. Pola-pola yang muncul dari peta Neumann menggambarkan pengaruh lanjutan Antiokhia atas kawasan dan kota tertentu meskipun kota itu dicaplok Romawi. Dan, perlu waktu lebih lama untuk Roma untuk mengendalikan pengaruh Antiokhia yang terus bertahan sebagai bekas ibu kota Kerajaan Seleukus.
Neumann menjelaskan bagaimana Google Earth Pro memiliki manfaat proyeknya: “Pada skala makro, Google Earth membantu saya mempertimbangkan wilayah yang sangat luas dan periode kronologis yang panjang.”
Ia melanjutkan, “Anda benar-benar dapat melihat bagaimana wilayah asli Antiokhia sebagai ibu kota Kerajaan Seleukus telah menahan Roma saat hendak menguasai daerah tersebut. Walau ada ibu kota kekaisaran, dari koin-koin Antiokhia terlihat efek dari menjadi ibu kota provinsi.”
“Pada skala mikro, Google Earth memungkinkan tampilan yang lebih bernuansa pada materi-materi kota dan kawasan di sekitarnya. Saya dapat dengan mudah memetakan asal semua koin asing yang ditemukan pada 1930-an dalam ekskavasi di Antiokhia oleh Universitas Princeton. Ini menunjukkan betapa pengakses Antiokhia adalah pantai Mediterania timur,” kata dia.
Neumann mempresentasikan temuannya pada pertemuan tahunan Archaeological Institute of America di Chicago, pekan lalu dalam ceramah berjudul “Menggunakan Google Earth untuk Memvisualisasikan Pengaruh Kota Kuno: Roman Antiokhia”. Dia dibantu dalam penelitiannya oleh peneliti senior University of Cincinnati, John Wallrodt. (biblicalarchaeology.org/uc.edu)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...