Greenpeace Imbau Penyelidikan Perdagangan Kayu RD Kongo
KINSHASA, SATUHARAPAN.COM – Greenpeace pada Selasa (26/05) mengimbau, Amerika Serikat Eropa dan Tiongkok, untuk menyelidiki perusahaan-perusahaan yang menjual kayu dari Republik Demokratik Kongo, tempat penebangan liar telah merusak hutan di negara tersebut.
“Pihak berwenang, harus menggunakan segala cara, mencakup UU tenaga kerja dan hak asasi manusia serta konvensi, untuk menghentikan perdagangan yang merusak dan ilegal,” kata kelompok tersebut , dalam sebuah laporan terbaru mengenai perdagangan kayu di negara yang kaya akan sumber daya tersebut.
Laporan tersebut, merupakan hasil dari penyelidikan Greenpeace selama dua tahun terhadap konsesi penebangan, yang dioperasikan oleh perusahaan Cotrefor milik Lebanon serta pelabuhan-pelabuhan di seluruh dunia tempat kayu itu diekspor dan dijual.
Greenpeace menyimpulkan, praktik-praktik yang dilakukan perusahaan tersebut yang diduga meliputi perlakuan tidak baik terhadap karyawan, pajak yang belum dibayar, dan penebangan pohon langka yang melebihi kuota, membahayakan kelangsungan hidup simpanse Bonobo dan jenis kayu bernilai bernama afrormosia.
“Yang ditinggalkan (Cotrefor) dan perusahaan sejenisnya, adalah hutan gundul dan komunitas yang rusak,” kata koordinator Greenpeace RD Kongo Afrika, Raoul Monsembula, dalam sebuah pernyataan.
Kelompok tersebut, juga menyalahkan pemerintahan negara Afrika menekankan, “operasi Cotrefor “ adalah gejala dari kekacauan terorganisasi di sektor penebangan pohon, dan korupsi telah melemahkan perlindungan hutan.
Hutan Basin Kongo adalah, wilayah hutan hujan terbesar kedua di dunia setelah Amazon. Namun, laporan dari lembaga Chatham House Inggris memperkirakan pada 2014 bahwa hampir 90 persen dari penebangan yang dilakukan di negara itu adalah ilegal.(AFP/Ant)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...