Greenpeace Sebut Produsen Camilan AS Belum Berkelanjutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Greenpeace International menyebut produsen camilan asal Amerika Serikat (AS) Mondelez, masih menggunakan minyak sawit yang berasal dari perkebunan yang belum menjalankan praktik berkelanjutan di Indonesia.
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa (13/11), mengatakan berdasarkan analisis pemetaan baru Greenpeace International pemasok minyak sawit untuk makanan ringan raksasa Mondelez telah terkait perusakan hampir 25.000 hektare (ha) habitat orangutan di Indonesia hanya dalam dua tahun.
Perusahaan ini adalah salah satu pembeli minyak sawit terbesar di dunia, yang digunakan di banyak produknya yang paling terkenal, termasuk cokelat batangan Cadbury, biskuit Oreo, dan Ritz.
Investigasi Greenpeace International menemukan antara tahun 2015 dan 2017, sebanyak 22 pemasok minyak sawit telah menggunduli hutan lebih dari 70.000 hektare bahkan lebih luas dari Kota Chicago di Amerika Serikat, tempat kantor pusat Mondelez berada.
"Ini sangat memalukan, sepuluh tahun lalu Mondelez berjanji membersihkan pasokan kelapa sawit mereka terbebas dari perusakan hutan, namun belum terlaksana. Padahal, minyak sawit dapat dibuat tanpa merusak hutan, namun penyelidikan kami menemukan bahwa pemasok Mondelez, masih merusak hutan dan menghancurkan habitat orangutan, mendorong makhluk-makhluk cantik dan cerdas ini ke jurang kepunahan. Mereka terancam karena biskuit," kata Kiki.
Ia mengatakan, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa deforestasi berasal dari sektor kelapa sawit merupakan ancaman serius bagi orangutan dan spesies terancam punah lainnya. Pada 2017, sebuah studi meta komprehensif menyimpulkan jumlah orangutan borneo telah berkurang separuh selama 16 tahun terakhir.
Studi terbaru juga menunjukkan, orangutan sumatera dan orangutan tapanuli yang baru ditemukan telah kehilangan lebih dari separuh habitat mereka antara tahun 1985 dan 2007. Ketiga spesies ini diklasifikasikan sebagai Terancam Punah, bersama dengan harimau sumatera dan badak sumatera.
"CEO Mondelez, Dirk Van de Put, berjanji, untuk menawarkan konsumen camilan yang baik. Tapi tidak ada yang benar jika minyak sawit yang digunakan berasal dari perusakan hutan yang mengancam orangutan dan memicu perubahan iklim,” kata Kiki.
Ini harus menjadi peringatan bagi Mondelez dan merek rumah tangga lainnya, agar bertindak menghentikan suplai dari Wilmar hingga terbukti minyak sawitnya bersih dari deforestasi.
"Pada akhirnya, jika perusahaan merek besar tidak dapat menemukan minyak sawit yang cukup bersih untuk membuat produk mereka, maka mereka harus mulai menguranginya," katanya.
Deforestasi di kawasan tropis telah menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca setiap tahun daripada seluruh Uni Eropa, mengungguli setiap negara kecuali Amerika Serikat dan China.
Pada Oktober 2018, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyerukan, penghentian segera deforestasi untuk membatasi suhu global yang meningkat menjadi 1,5 celsius.
Pekan lalu, katanya, Sekretaris Eksekutif PBB dari Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati, Cristiana Pasca Palmer memperingatkan, hilangnya keanekaragaman hayati adalah "pembunuh diam-diam" dan sebagai ancaman serius seperti perubahan iklim.
Mondelez harus membuktikan, minyak sawit yang digunakannya berasal dari penanam yang tidak menghancurkan hutan atau mengeksploitasi orang, kata Kiki. (Antaranews.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...