Bekas Tambang Bisa Diubah Jadi Hutan Pengisap Karbon
ELKINS, WEST VIRGINIA, SATUHARAPAN.COM – Laporan terbaru Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim menyatakan, dibutuhkan langkah-langkah yang dramatis untuk menghindari tingkat pemanasan global yang berpotensi bencana. Menurut para pakar, alam menyediakan beberapa cara terbaik untuk menyerap karbon dioksida, yang menyebabkan pemanasan bumi, dari atmosfer. Salah satu caranya adalah memulihkan hutan.
Di West Virginia, di mana deretan tambang batu bara mencemari bumi, para pakar sedang berusaha memulihkan hutan yang dulu menutupi kawasan luas Pegunungan Appalachian di Amerika.
Jauh di dalam Hutan Nasional Monongahela di West Virginia terdapat hutan perawan yang langka.
"Tinggal di pantai timur Amerika, tidak banyak tempat yang bisa kita datangi yang belum dijamah manusia," kata Shane Jones, seorang pakar biologi dari Dinas Kehutanan Amerika.
Ia mengatakan, kesalahan pemetaan menyelamatkan pohon-pohon dalam hutan yang belum terjamah itu sementara hutan di sekitarnya ditebangi puluhan tahun lalu.
Itu kabar yang baik, karena hutan cemara merah seperti itu sangat bagus untuk menyerap karbon dioksida, penyebab memanasnya suhu bumi, dari atmosfer dan menguncinya di dalam tanah.
"Lihat semua bahan organik ini? Warnanya hitam karena kadar karbon yang dikandungnya sangat tinggi,” katanya.
Sudah 90 persen hutan cemara merah hilang dari Pegunungan Appalachia, akibat penebangan dan penambangan batu bara.
Pembakaran batu bara untuk energi semakin menumpuk karbon dioksida di atmosfer. Kala suhu bumi semakin panas, kebutuhan kita agar hutan mengenyahkan CO2 semakin mendesak.
Chris Barton dari University of Kentucky mengatakan, hutan tropis mendapat perhatian paling besar.
"Tetapi di daerah beriklim sedang di dunia, di Appalachia, empat jam dari Washington, DC, terdapat miliaran pohon yang berpotensi kita tanam," kata Barton.
Menurut Barton, tidak ada tempat yang lebih baik untuk menanam pohon-pohon itu selain di bekas tambang-tambang tua.
Situasi itu mendorong Barton mendirikan kelompok yang disebut Green Forests Work, untuk menanam pohon di sekitar 400.000 hektar hutan Appalachian, yang sebelumnya dibuka untuk tambang-tambang.
Tetapi ada masalah dengan banyak tanah di tempat itu. Menurut Barton, “Pohon yang ditanam di tempat ini tidak akan tumbuh. Tanahnya terlalu padat. Air tidak meresap. Akar tidak bisa menembus. Oksigen tidak bisa bersirkulasi dalam lingkungan seperti itu."
Solusinya, gemburkan tanah yang padat supaya pohon-pohon yang ditanam bisa menancapkan akar.
Hasilnya mulai tampak. Pohon-pohon kembali tumbuh di tanah yang telah mereka gemburkan dan tanami.
Namun, Shane Jones mengatakan, perlu puluhan tahun untuk memulihkan hutan. Alam memang bekerja dengan lambat. Tetapi, berhasil. (Voaindonesia.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...