Gubernur BI Setuju Penurunan Uang Muka Properti
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengisyaratkan persetujuannya mengabulkan desakan berbagai pihak untuk melonggarkan kebijakan loan to value (LTV) di sektor properti, yang diharapkan dapat menjadi stimulan di tengah perlambatan ekonomi dewasa ini.
Berbicara kepada wartawan hari ini (13/5), Agus Martowardojo mengatakan pelonggaran kebijakan LTV dimungkinkan dilakukan paling cepat bulan ini."Uang muka mungkin akan kita turunkan," kata Agus Marto.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013, perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, BI menetapkan fasilitas kredit atau pembiayaan oleh bank bagi pembelian rumah pertama, maksimal 70 persen untuk rumah berukuran 70 meter persegi keatas. Dengan kata lain, uang muka pembelian yang wajib dibayarkan konsumen adalah 30 persen. Sedangkan pembiayaan bagi pembelian rumah kedua maksimal 60 persen dan rumah ketiga 50 persen.
Menurut Agus Marto, awalnya kebijakan LTV yang dilansir pada tahun 2013, bertujuan untuk mencegah pertumbuhan kredit yang berlebihan pada sektor tertentu yang mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan dan berpotensi untuk membahayakan perekonomian.
Pada perjalanannya, didapati bahwa ada segmen properti yang tumbuh melambat akibat kebijakan tersebut. Oleh karena itu, BI berencana untuk merevisi aturan tersebut.
Sebelum peraturan LTV diberlakukan, pertumbuhan pembiayaan perumahan sempat mencapai 70%. Namun, setelah regulasi diberlakukan, rata-rata pertumbuhan pembiayaan perumahan mencapai 20%.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti meminta agar BI melonggarkan kebijakan ketatnya menyusul melambatnya perekonomian di dalam negeri.
"Bisa melalui kebijakan LTV, seperti menurunkan DP pembiayaan properti atau otomotif yang tadinya 30 persen diturunkan menjadi 10-20 persen, itu sudah sangat membantu," kata dia, seperti dikutip oleh Antara.
Ia memaparkan bahwa jika kebijakan LTV dilonggarkan sehingga plafon yang dapat dibiayai oleh perbankan naik menjadi 90 persen, DP kredit bisa menjadi hanya 10 persen. dengan begitu dampaknya akan positif bagi perekonomian domestik. Sektor itu dinilai dapat menggerakan perekonomian dari sisi konsumsi masyarakat.
"Saat ini, memungkinkan untuk turun ke 10 persen, atau paling tidak 20 persen. Karena kita lihat impact-nya pengetatan selama ini sudah sangat terasa bagi properti dan otomotif," tutur dia.
Selain itu, menurut Destry, BI juga dapat menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin, karena jarak antara BI Rate dengan suku bunga Amerika Serikat (Fed fund rate) masih lebar.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...