Pembiayaan Asing Dikhawatirkan Hambat Penggunaan Produk Dalam Negeri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelaku usaha pesimis dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan penggunaan produk dalam negeri guna memberdayakan industri nasional dapat berjalan dengan baik jika porsi pembiayaan dalam proyek pembangunan berasal dari asing.
“Pembiayaan pembangunan yang berasal dari kerja sama bilateral memiliki persyaratan menggunakan barang atau jasa dari negara pemberi pinjaman,” kata Rosan P. Roeslani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perbankan dan Finansial di Jakarta, Selasa (12/5)
“Saat ini pemerintah terlihat menyerahkan porsi terbesar pembangunan infrastruktur ke pihak asing melalui kerja sama bilateral. Konsekuensinya adalah konten impor dalam pembangunan nasional akan semakin deras.”
Dia mengatakan skema pembiayaan seperti ini berdasarkan data Bappenas pada 2010 telah meningkatkan biaya pengadaan hingga mencapai 30 persen. Akibatnya, upaya pemerintah membangun industri penunjang sulit terwujud.
Sejumlah upaya pendanaan pembangunan melalui kerja sama bilateral menurutnya seperti pengajuan pinjaman senilai USD 23 miliar (Rp 301 triliun) dari pihak asing oleh Kementerian PU & Perumahan Rakyat untuk periode 2015 2019.
Syarat dan ketentuan dari kerja sama bilateral antarnegara menurutnya berbeda-beda. Misalnya, pinjaman lunak yang diberikan Jerman dengan periode pembayaran kembali selama 30 tahun harus dengan penggunaan konten barang pemberi pinjaman mencapai 85 persen. Sementara dari Jepang penggunaan konten pemberi pinjaman minimal 30 persen.
Untuk menyiasati hal tersebut, tuturnya, pemerintah harus sangat selektif dalam mengajukan dan menerima pembiayaan asing dalam proyek pembangunan. Di lain hal, terdapat sejumlah potensi sumber pendanaan dalam negeri seperti perbankan, industri keuangan non-bank, pengelolaan dana haji, BPJS Kesehatan dan bank infrastruktur.
Bobby Gafur Umar, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, mengatakan berdasarkan data Bappenas, porsi pembiayaan periode 2015-2019 untuk proyek infrastruktur 70 persen berasal dari APBN, BUMN dan APDB.
Sementara porsi swasta hanya 30 persen. Seharusnya dengan porsi mayoritas berasal dari dana pemerintah pembangunan dan peningkatan daya saing industri nasional dapat terealisasi, katanya.
Menurutnya, dengan pengeluaran pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan yang mencapai Rp 5.519 triliun, diperkirakan membutuhkan 450 juta ton semen dan 150 juta ton besi baja. Saat ini kapasitas produksi kedua industri baru 55 juta ton semen per tahun dan 10 juta ton besi baja. (kadin-indonesia.org)
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...