Gunakan Premium Bersubsidi Berarti Dukung Pencemaran Udara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Karliansyah mengatakan, jika masih menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi seperti premium berarti mendukung pencemaran udara.
"Penggunaan BBM bersubsidi lebih dari 90 persen, hanya tiga persen yang menggunakan BBM nonsubsidi. Kalau kita terus melakukan itu berarti kita mendukung dan sepakat untuk sama-sama mencemari udara," kata Karliansyah pada lokakarya nasional penyusunan rencana udara bersih kota di Jakarta, Rabu (11/6).
Menurut Karliansyah, sektor transportasi merupakan sumber terbesar pencemaran udara terutama di perkotaan.
Karliansyah mengatakan, udara, air dan lingkungan yang bersih merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus diperoleh masyarakat.
"Sekarang kita sudah rasakan air di Indonesia sebagian besar tercemar berat, tapi kita masih bisa memilih untuk mengkonsumsi air kemasan. Sedangkan udara, kita tidak bisa memilih," katanya.
Pihak yang paling rentan terhadap pencemaran udara adalah anak-anak dan lanjut usia. Untuk itu, mulai sekarang harus segera dilakukan upaya untuk mencegah terus terjadinya pencemaran udara.
Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar mengatakan, di Indonesia sekitar 97 persen masih menggunakan BBM bersubsidi yang kandungan sulfurnya lebih tinggi, sementara hanya 2,5-3,5 persen yang sudah menggunakan BBM nonsubsidi.
"Kalau kita banyak mengkonsumsi BBM bersubsidi maka akan menambah beban subsidi dan merusak lingkungan," katanya.
Selain itu, karena BBM subsidi kandungan sulfurnya tinggi maka emisi (gas buang) yang dihasilkan juga mencemari udara dan berdampak pada meningkatnya penyakit akibat polusi udara.
"Contohnya untuk diesel kandungan sulfur kita masih di 2.000-3.000 ppm sedangkan yang sudah memenuhi standar Euro 4 adalah antara 50-500 ppm," kata Novrizal.
Dia mengatakan, negara-negara tetangga seperti Singapura kandungan sulfur pada BBM-nya hanya 10 ppm, Tiongkok 50 ppm, Thailand 50 ppm, Jepang dan Korea 10 ppm.
Standar Euro 4 untuk BBM mulai diterapkan di ASEAN pada 2012 dan ditargetkan seluruh ASEAN akan menerapkan standar tersebut pada 2016.
Dari penelitian yang dilakukan UNEP pada 2012, biaya kesehatan yang dikeluarkan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp 38,5 triliun per tahun.
Selain itu WHO juga merilis setiap tahunnya tujuh juta jiwa meninggal akibat pencemaran udara. Dari jumlah tersebut 60.000 jiwa terjadi di Indonesia. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...