Prakiraan Musim Kemarau 2014 Lebih Kering dan Panjang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Musim kemarau tahun 2014 berpotensi lebih kering dan lebih panjang dari tahun sebelumnya. Penyebabnya, El Nino, fenomena naiknya suhu muka laut di Samudra Pasifik yang mempengaruhi pembentukan awan dan curah hujan di berbagai wilayah, termasuk Indonesia.
Kepala Pusat Meteorologi Publik, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Mulyono R Prabowo, menyatakan, "El Nino akan mengganggu proses pembentukan awan hujan, terutama di Indonesia Barat."
El Nino yang berpotensi datang pada Juli hingga Agustus 2014 sebenarnya berskala lemah. Artinya, peningkatan suhu muka laut di Pasifik berkisar 0,5 hingga 1 derajat celsius.
Namun, El Nino tetap harus diantisipasi. "Karena terjadi ketika wilayah Indonesia, terutama Sumatera, Jawa, dan selatan Indonesia sedang mengalami musim kemarau," kata Mulyono saat dihubungi, belum lama ini.
Di Jawa dan Sumatera, El Nino berpotensi mendatangkan kemarau yang lebih kering dan panjang. Sektor pertanian harus mulai mengantisipasi hal itu. Demikian pula kemungkinan terulangnya kebakaran hutan seperti di Riau.
"Yang perlu dipersiapkan adalah water management," kata Mulyono. Kalangan petani, misalnya, bisa mulai menampung air dari hujan yang saat ini masih terjadi sebagai persediaan pada musim kemarau nanti. Cara lain adalah membuat bendungan kecil.
"Selain itu bisa juga dengan pemilihan varietas tanaman. Kalau semula menanam padi yang membutuhkan air banyak, sekarang bisa menanam yang membutuhkan air lebih sedikit, atau berganti komoditas ke palawija," urai Mulyono.
"Musim kemarau alias El Nino terjadi di Mei-September ini. Dikhawatirkan musim kemarau akan menyusutkan debit air di irigasi persawahan, sehingga petani kesulitan memperoleh pasokan air dan mengganggu tanaman." kata Menteri Pertanian (Mentan) Suswono seusai Rakor Pangan di kantor Kemenko beberapa saat lalu.
Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 2 triliun untuk mengantisipasi iklim ekstrem. "Dana ini dapat sewaktu-waktu digunakan, salah satunya mengoptimalkan air tanah atau air sungai dengan pompanisasi," Suswono menjelaskan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Pujiono, mengingatkan El Nino yang terjadi sekitar Juli harus diwaspadai karena akan membuat curah hujan di bawah ambang normal.
Dengan kondisi tersebut, ujar Puji, masyarakat diminta mewaspadai terjadinya kekeringan, terutama petani yang memiliki tanaman pangan. "Petani yang bercocok tanam dengan sistem tadah hujan, agar tidak menanam dulu," katanya. "Tapi untuk petani yang menggunakan sistem pengairan irigasi masih mungkin menanam."
Sementara Indonesia Barat mungkin dilanda kekeringan, Indonesia Timur mungkin mengalami surplus air. Mulyono mengungkapkan, El Nino mungkin menggeser pertumbuhan awan ke wilayah Indonesia Timur.
Surplus air bisa bermakna keuntungan, sekaligus kewaspadaan. Sebab, bila tak dikelola, air juga bisa menjadi bencana. "Karena contohnya Bendungan Wae Ela di Ambon dahulu, jebol pada saat musim kemarau," papar Mulyono.
Mulyono menambahkan, El Nino adalah fenomena cuaca biasa yang secara periodik terjadi dengan rentang waktu antara dua - tujuh tahun. Meski begitu, ada kecenderungan peningkatan frekuensi terjadinya El Nino.
"Antara awal tahun 1900-1960, El Nino jarang terjadi sehingga disebut periode nonaktif. Tetapi, sejak 1960-an hingga sekarang, El Nino semakin sering terjadi, disebut periode aktif," ungkapnya.
Walau variasi aktif dan nonaktif bisa dikatakan hal biasa, ada indikasi peningkatan frekuensi terjadinya El Nino berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara tidak langsung berkontribusi pada kenaikan suhu muka laut Pasifik.
Kegiatan manusia membuka hutan, mengubahnya menjadi lahan pertanian, perkebunan, maupun perumahan mempengaruhi uap air yang menuju ke udara. Bergabung dengan faktor lain yang mempengaruhi cuaca, aktivitas manusia turut memicu peningkatan kejadian El Nino.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...