Gus Mus: Pesantren Banyak Melahirkan Sastrawan
SITUBONDO, SATUHARAPAN.COM – KH A Mustofa Bisri, atau yang akrab disapa Gus Mus, mengatakan sastra adalah makanan sehari-hari orang pesantren. Gus Mus mengatakannya saat menyampaikan pidato kebudayaan pada Muktamar Sastra 2018 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Rabu (18/12).
“Sastra itu makanan orang pesantren. Itu yang membedakan orang pesantren dan bukan,” kata Gus Mus, seperti dilaporkan Khoiron dan dilansir situs resmi kemenag.go.id.
Hadir dalam acara pidato kebudayaan itu Menag Lukman Hakim Saifuddin, Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi'iyah KH Ahmad Ahzami Ibrahimy, budayawan KH D Zawawi Imron, dan ratusan sastrawan dari sejumlah daerah di Indonesia.
“Orang pesantren punya humor, kesantunan, kelembutan. Ada atsar dari sastra Alquran pada diri mereka. Sebab, mereka tidak hanya membaca tapi juga mempelajari ilmu alat untuk memahami keindahan Alquran,” ia menambahkan.
Menurut Gus Mus, pesantren banyak melahirkan sastrawan. Pengasuh pesantren di Rembang itu menyebut sejumlah nama, di antaranya KH Abdul Hamid Pasuruan.
“Mbah Hamid sejak di Tremas sudah dikenal sastrawan. Kiai Asad juga sastrawan. Tapi, keduanya lebih menonjol kewaliyannya,” ujar Gus Mus.
“Ini kebalikan sayalah,” katanya berkelakar, disambut tawa ribuan santri dan sastrawan yang memadati Auditorium Pesantren Salafiyah.
Sastrawan pesantren lain adalah Hadlratus-Syekh KH Hasyim Asy'ari. Menurutnya, Mbah Hasyim suka membuat syair saat ada perbedaan pandangan dengan ulama lain agar tidak dipahami langsung oleh santri.
“Ini untuk menyembunyikan perbedaan pandangan di antara mereka supaya santri tidak menganggap permusuhan. Saking hati-hatinya, mereka gunakan syair,” tuturnya.
Hal senada disampaikan KHR Ahmad Ahzami Ibrahimy. Menurutnya, masyayikh pesantren Situbondo banyak melahirkan karya sastra. Salah satunya syair "Aqoid Seket" yang disempurnakan oleh KH As'ad Syamsul Arifin (alm).
KHR Ahmad Ahzami menilai pesantren adalah dunia sastra yang sesungguhnya. Kegiatan sastrawi di pesantren bahkan sudah dilakukan sejak sebelum subuh melalui pembacaan syair pujian. Juga di kelas-kelas dalam kajian Nahwu, Sharaf, dan Balaghah. Pada Selasa dan Jumat, karya-karya satra semisak Albarzanji dan Addiba'i juga dibaca para santri.
Akan hal ini, Menag Lukman berseloroh, jangan-jangan kegiatan santri dalam sastra dilakukan selama 24 jam. Tidak semata dari bangun tidur hingga mau tidur.
“Saya menduga, jangan-jangan mimpinya santri dan ulama pesantren juga terkait sastra,” kelakarnya, disambut tepuk tangan hadirin.
Muktamar Sastra berlangsung hingga 20 Desember 2018. Muktamar didesain dalam sidang pleno dan diskusi panel. Gus Mus menyampaikan pidato kebudayaan dengan tajuk “Santri, Sastra, dan Peradaban”.
Subtema yang dibahas antara lain: Sejarah Kasusastraan Pesantren, serta Pergumulan Kasusastraan di Indonesia. Diputar dan didiskusikan juga film Da'wah dan Jalan Da'wah Pesantren.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...