Hakim Tolak Kakak Angkat Ahok Sebagai Saksi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak Analta Amier kakak angkat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dihadirkan sebagai saksi oleh tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang kasus penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).
"Karena yang bersangkutan pernah hadir di dalam ruangan persidangan, maka yang bersangkutan mengerti apa yang disampaikan dalam persidangan. Kapasitas saksi tidak dapat diterima dari pada nanti cacat hukum," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono saat menyampaikan keberatannya.
Ali menyatakan tidak masalah apabila yang bersangkutan pernah hadir saat sidang dilakukan di eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena saat itu belum pemeriksaan saksi-saksi.
"Kami tak tahu beliau namanya Analta Amier. Baru tahu sekarang. Dikatakan penasehat hukum, tidak berhubungan dengan pemeriksaan saksi ketika ada persidangan di Jalan Gajah Mada. Tetapi anggota kami ada beberapa kali melihat saat pemeriksaan saksi di sini," kata Ali.
"Sekarang saya tanya, apakah saat persidangan di sini pernah saksikan di dalam?," tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.
"Di sini cuma sekali Pak," jawab Analta.
"Artinya saudara pernah ikut persidangan?," tanya Hakim Dwiarso.
"Iya betul," kata Analta.
"Jadi sesuai dengan keterangan saksi, saksi ini sendiri pernah ada di ruang sidang saat saksi lain diperiksa. Jadi, bukan hanya persidangan di Jalan Gajah Mada tetapi juga persidangan di sini," kata Dwiarso.
Dwiarso pun mengatakan saksi Analta Amier tidak bisa diperiksa di persidangan hari ini.
"Jadi menurut majelis karena yang bersangkutan sudah mendengarkan saksi-saksi sebelumnya, jadi saksi ini tidak bisa diperiksa. Saya kira nanti penasihat hukum bisa ajukan saksi di luar berkas yang kira-kira mempunyai sepengetahuan sama dengan saksi ini. Bisa digantikan dengan saksi lain," ucap Dwiarso.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...