Hampir Semua Anak Terancam Perang di Yaman
YAMAN, SATUHARAPAN.COM – Dewan Keamanan PBB menyerukan penyelidikan independen setelah 29 anak tewas dalam serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi di Saada. Serangan juga menyebabkan 48 lain cedera, termasuk 30 anak, demikian Palang Merah.
Laporan tentang serangan terhadap bus yang mengangkut anak-anak mengejutkan dunia internasional, yang mengutuk serangan yang disebut "serangan terbesar terhadap anak-anak" sejak konflik mulai berkecamuk tahun 2015.
Organisasi hak anak-anak Save the Children di Jerman, menyerukan dilakukannya "penyelidikan menyeluruh, segera dan independen atas serangan ini, dan serangan lain yang terjadi baru-baru ini terhadap warga sipil serta infrastruktur sipil seperti sekolah dan rumah sakit," demikian dikatakan kepala bidang eksekutif Save the Children, Susanna Kruger. Ia menambahkan, organisasinya sudah melihat peningkatan jumlah insiden, dan pelaku tidak dituntut.
Tidak Ada Tempat Aman bagi Anak-anak
Tapi ini bukan pertama kali anak-anak jadi korban perang di Yaman. Sejak Maret 2015, lebih dari 6.000 anak tewas atau cedera dalam serangan udara, yang dilancarkan oleh Arab Saudi, yang menarget pemberontak antipemerintah, demikian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
“Yaman, adalah salah satu tempat paling mengerikan bagi anak-anak," demikian dikatakan jurubicara UNICEF Juliette Touma.
Bisa dibilang, sekarang tidak ada tempat aman bagi anak-anak di Yaman, demikian Touma. Ia menambahkan, di Yaman hampir semua anak perlu bantuan kemanusiaan akibat konflik.
"Keamanan dan penjagaan keamanan bagi anak-anak porak-poranda, akibat serangan yang tak kunjung henti, juga akibat banyaknya kekerasan terhadap anak-anak," kata Touma.
Arab Saudi Tidak Tertarik untuk Memperhatikan Warga Sipil
Setelah terjadinya serangan terakhir, sejumlah pengamat mengemukakan pertanyaan, apakah Arab Saudi dan koalisi propemerintah yang dipimpinnya sengaja menarget anak-anak. Sebagian besar analis setuju, memberikan jawaban tidak mudah.
Ali al-Absi, pakar politik Yaman yang tinggal di Berlin mengatakan, serangan Arab Saudi dan koalisinya tidak secara khusus menarget anak-anak, namun catatan menunjukkan mereka kerap menyasar kawasan dengan potensi korban warga sipil sangat tinggi. Al Absi mengemukakan, Arab Saudi tampaknya tidak tertarik untuk mencegah agar warga sipil tidak terkena dampak perang.
Di lain pihak al-Absi juga mengungkap bahwa kekejaman terhadap anak-anak juga dilakukan pihak lawan. "Pemberontak Houthi mengepung Kota Taiz, dan menarget warga sipil serta anak-anak dengan tembakan senapan," kata al-Absi.
Akhirnya Belum Tampak
Lebih dari 15.000 orang tewas, dan ribuan lainnya cedera sejak 2015, ketika Arab Saudi dan sekutunya meluncurkan serangan militer terhadap pemberontak Houthi, yang bertujuan untuk mendukung pemerintahan di bawah Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi, yang diakui secara internasional.
AS dan negara-negara barat, memberikan dukungan signifikan bagi koalisi tersebut melalui logistik dan penjualan senjata. Sejumlah organisasi HAM menyebut semua aksi ini ibaratnya minyak yang menyebabkan api tambah berkobar di Yaman, yang merupakan salah satu negara paling miskin di dunia.
Sementara itu, menurut sejumlah laporan, Iran menyediakan sokongan bagi pemberontak Houthi.
Esther Osorio, juru bicara urusan luar negeri pada Uni Eropa (UE) mengatakan, Uni Eropa menyediakan dana sebesar sekitar 500 juta dolar (Rp7,3 triliun) bagi bantuan kemanusiaan di Yaman sejak 2015. Selain itu, UE mengadakan sejumlah inisiatif di bidang diplomatik dan politik.
Sementara bagi organisasi hak-hak anak, lebih banyak langkah harus diambil untuk mengakhiri kekerasan, bukan hanya bagi anak-anak melainkan juga warga sipil. "Bagi konflik ini tidak ada solusi militer." Demikian dikatakan Susanna Kruger dari organisasi Save the Children. (dw.com)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...