Hanya Demokrat yang Ingin Tak Ada Revisi Perppu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sembilan fraksi di Komisi II DPR setuju menetapkan Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Wali Kota dan Bupati, serta Perppu No 2/2014 tentang Pemerintahan Daerah, untuk disahkan menjadi undang-undang (UU). Satu-satunya fraksi yang tidak mengajukan syarat untuk merevisi perppu ialah Demokrat.
Fraksi PAN, misalnya, menyoroti penyelesaian sengketa pilkada. Menurut fraksi yang dipimpin Tjatur Sapto Edy, penyelesaian sengketa pilkada tidak dapat dilakukan di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, rezim pelaksanaan pilkada tidak sama dengan pelaksanaan pemilu.
“MK tidak berhak mengadili atau memutus sengketa pilkada. Pilkada tidak masuk ke dalam rezim pemilu. Pilkada merupakan rezim pemda yang sesuai Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 harus diselenggarakan secara demokratis,” kata anggota Fraksi PAN Sukiman saat menyampaikan pandangan mini fraksi di Ruang Rapat Komisi II, Kompleks Parlemen, Senin (19/1).
Dalam rapat pandangan mini fraksi tersebut hadir perwakilan pemerintah yaitu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Selain itu, rapat ini juga diikuti oleh Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Fraksi PAN menerima RUU Perppu No 1/2014 dan RUU Perppu No 2/2014 untuk disahkan menjadi UU. Dan untuk selanjutnya perlu dilakukan penyesuaian dengan konstitusi negara,” kata Sukiman.
Sementara Fraksi Golkar menyoroti beberapa hal seperti adanya perbedaan pengajuan pasangan calon kepala daerah. Dalam Pasal 40 Perppu No 1/2014 diatur bahwa pengajuan calon kepala daerah harus dilakukan secara berpasangan, namun dalam pasal lain hanya diatur tentang pengajuan kepala daerah saja tanpa pasangan.
Selain itu, Fraksi Golkar juga menyoroti pelaksanaan uji publik yang cukup lama. Jika pilkada dilaksanakan serentak, maka tugas pelaksana tugas kepala daerah akan makin lama.
“Padahal kewenangan pelaksana tugas terbatas dalam mengambil keputusan yang bersifat strategis,” kata anggota Fraksi Partai Golkar Agung Widiantoro.
Hal senada juga disampaikan Fraksi PPP. Pada tahun 2015 ini setidaknya ada 204 pilkada yang telah mengantre untuk dilaksanakan. Jika di dalam pelaksanaan pilkada terjadi sengketa, maka diperkirakan akan terjadi pembengkakan perkara yang masuk ke pengadilan. Sedangkan, jumlah lembaga peradilan yang ditentukan untuk mengadili sengketa pilkada terbatas.
“Oleh sebabnya diperlukan persiapan pengadilan baik pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung, mengingat waktu limitatif penyelesaian sengketa pilkada. Ini riskan. Rata-rata satu pengadilan tinggi bisa menangani 60 sengketa,” kata anggota Fraksi PPP Arwani Thomafi.
Ia menambahkan, diperlukan koordinasi yang baik antara pihak keamanan dan penyelenggara pilkada. Persiapan yang kurang hanya akan membuat pelaksanaan pilkada tidak maksimal.
“Selain itu persiapan penyelenggara pemilu juga harus dilakukan secara maksimal mengingat waktu yang terbatas. Sedangkan, ada tambahan tahapan yang masuk dalam pelaksanaan pilkada,” ujar Arwani.
Mendagri Ingatkan DPR
Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah memberikan apresiasi kepada DPR dan DPD yang memberikan perhatian lebih terhadap pembahasan kedua perppu ini. Hanya saja, ia mengingatkan agar DPR segera menyelesaikan pembahasan perubahan terhadap sejumlah pasal yang perlu diperbaiki, setelah perppu disahkan menjadi UU.
Pasalnya, Masa Sidang II Tahun Sidang 2014-2015 DPR yang digunakan untuk membahas kedua perppu ini cukup singkat. Sementara ada ratusan pilkada yang menunggu payung hukum pelaksanaannya.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...