Hari Raya Galungan Jadi Daya Tarik Wisman
SINGARAJA, SATUHARAPAN.COM – Sembahyang bersama pada Hari Raya Galungan yang dilaksanakan umat Hindu di Singaraja, Bali, menjadi daya tarik wisata bagi sejumlah wisatawan mancanegara yang tengah berlibur di kawasan Bali Utara itu.
"Kami ingin melihat bagaimana umat Hindu melaksanakan kegiatan ritual. Saya sangat beruntung bisa menyaksikan ritual yang pertama kalinya saya lihat," kata seorang wisatawan asal Denmark, Bjarne Hermansen ditemui di Pura Jagatnata, Singaraja, Rabu (23/10).
Dengan mengenakan kain sarung khas Bali, pria yang berprofesi sebagai guru itu ikut berbaur dengan ribuan umat Hindu lainnya yang tengah melaksanakan sembahyang di pura terbesar di Singaraja itu.
Ditemani tiga orang rekan lainnya, dia mengaku aktivitas ritual keagamaan tersebut menjadi salah satu agenda yang ingin disaksikannya selama 16 hari berlibur di Pulau Dewata.
"Kami ingin mempelajari budaya Bali yang sangat terkenal dengan seni dan budaya tradisionalnya," ucapnya.
Meski memiliki keyakinan yang berbeda, namun ia sangat menghormati perayaan suci yang dilaksanakan umat Hindu.
"Kami sangat menghormati perayaan ini. Kalau Galungan bermakna kemenangan melawan sifat buruk, sedangkan keyakinan kami, kemenangan melawan sifat-sifat setan. Tetapi pada akhirnya semua itu sama yakni bermakna kemenangan," ujarnya.
Meski mengaku pertama kali menyaksikan ritual Hindu di Bali, namun ia sempat menyaksikan aktivitas keagamaan yang mirip seperti di kuil-kuil Thailand.
Hal senada juga diungkapkan wisatawan lainnya dari Denmark, Ellsen Jeesn yang tampak terkesan menyaksikan ritual keagamaan umat Hindu tersebut.
"Ritual sembahyang itu sangat menarik, begitu berwarna. Orang-orang membawa bunga dan buah-buah dan mereka sangat bahagia," ucapnya.
Momen yang dianggap langka itu pun diabadikan dalam kameranya.
Hari Raya Galungan dirayakan umat Hindu setiap 210 hari sekali atau dilaksanakan dua kali dalam setahun.
Ketua Paruman Sabha Walaka (Cendekiawan) Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Buleleng, Dewa Nyoman Suardana menyatakan bahwa Hari Raya Galungan bermakna kemenangan dharma melawan adharma sesuai dengan mitologi kalahnya Mayadenawa, seorang raja yang memiliki sifat buruk.
Menurut dia, umat saat itu dilarang untuk melakukan sembahyang karena menganggap hanya Mayadenawalah yang patut dianggap Tuhan.
"Karena dianggap kebatilan, maka turunlah Dewa Indra untuk melawan Mayadenawa dan ia akhirnya bisa dikalahkan tepat pada Wuku Dungulan. Sehingga mulai saat itu umat Hindu merayakan Galungan untuk memaknai kemenangan melawan sifat buruk," ucapnya. (Antara)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...