Harifin Andi Tumpa: Keyakinan Tidak Bisa Diintervensi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, masih saja ditemukan hal-hal yang mengiris hati. Seseorang, karena tidak seiman dan tidak sama keyakinan, bisa diperlakukan sewenang-wenang, bahkan dianggap bukan layaknya manusia. Ketua Mahkamah Agung periode 2009-2012 Harifin Andi Tumpa mencontohkan perlakuan yang menimpa para penganut Ahmadiyah di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.
“Kita juga bisa melihat bagaimana sekelompok orang yang mempunyai agama yang berbeda tidak diperkenankan mendirikan rumah ibadah. Kita lihat sekelompok orang mau memaksakan kehendaknya terhadap kelompok lain sehingga mereka bisa bertindak main hakim sendiri. Ini semua tentunya tidak bisa ditolerir. Tidak bisa dibiarkan,” kata Harifin Andi Tumpa dalam diskusi "Peran Strategis Peradilan dalam Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan" di Jakarta, Senin (28/10).
Kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia harus dilindungi. Kebebasan itu telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Bahkan kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk apabila dalam keadaan perang, sengketa bersenjata, atau dalam keadaan darurat.
Harifin Andi Tumpa menerangkan, Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menyebutkan tentang kebebasan bersifat sangat personal yang disebut intern freedom. “Wilayah ini hanya bisa dihayati, dimengerti, oleh si empunya keyakinan. Orang lain tidak mungkin mengetahui tentang wilayah ini. Wilayah ini tidak boleh diintervensi siapa pun. Tidak boleh dipaksakan orang lain,” ia menegaskan.
Editor : Sotyati
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...