Harimau Sumatera dan Upaya Penyelamatannya
SATUHARAPAN.COM – Harimau sumatera terperangkap jerat babi di Desa Silantom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, 7 Maret lalu.
Situs berita liputan6.com memberitakan warga menolak menyerahkan harimau, yang mereka katakan telah tewas tersebut, kepada petugas resor cagar alam. Warga bahkan membagi-bagikan daging harimau tersebut kepada warga untuk disantap.
Sebaliknya, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) menyatakan harimau tersebut masih hidup ketika terjerat jebakan.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Sumut, Octo Manik, mengatakan lembaganya bersama Polsek Pangaribuan dan Babinsa sudah pernah menyosialisasikan kepada masyarakat tentang kelangkaan harimau. Petugas juga menyampaikan kepada masyarakat, harimau adalah satwa yang dilindungi.
Menghadapi persoalan tersebut, Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan BBKSDA Sumut, Joko Iswanto, mengatakan institusinya sudah menerima laporan tentang kejadian tersebut, dan akan berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk proses hukumnya.
Berdasarkan keterangan dokter hewan, harimau tersebut diperkirakan berumur 5-6 tahun. Harimau pada umur tersebut, menurut Joko, berada pada fase mencari wilayah atau teritori, yang meemungkinkannya masuk ke lahan atau perkampungan masyarakat.
Joko juga menambahkan, selama ini tidak pernah terdengar adanya konflik antara satwa harimau dan manusia di daerah itu.
Klasifikasi Kritis, Terancam Punah
Harimau sumatera, tersurat dari namanya, hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatera, Indonesia.
Harimau sumatera, dengan nama ilmiah Panthera tigris sumatrae, dikutip dari situs WWF Indonesia, memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua subspesies harimau yang hidup saat ini.
Jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm. Beratnya mencapai 140 kg. Harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.
Warna kulit harimau sumatera paling gelap dari seluruh harimau, kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Harimau sumatera, dikutip dari wikipedia.org, mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa. Luas kawasan perburuan harimau sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan empat-lima ekor harimau sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer persegi di kawasan dataran rendah dengan jumlah hewan buruan yang optimal.
Harimau sumatera merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered).
Data tahun 2004 menyebutkan jumlah populasi harimau sumatera di alam bebas hanya sekitar 400 ekor, tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan.
Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang dimakan dapat terjaga.
Harimau sumatera menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan hidup, yakni kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam oleh perdagangan ilegal. Bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat, dan dekorasi.
Harimau sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan.
Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC, program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar, menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau.
Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan paling sedikit 50 harimau sumatera diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002.
Provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau sumatera. Sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus menurun hingga 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau sumatera di alam liar Provinsi Riau.
Upaya yang Dilakukan WWF
WWF Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, industri yang mengancam habitat harimau, organisasi konservasi lain, serta masyarakat lokal untuk menyelamatkan harimau sumatera dari kepunahan.
Pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia mendeklarasikan kawasan penting, Tesso Nilo, sebagai Taman Nasional untuk memastikan masa depan yang aman bagi keberadaan harimau sumatera. Tahun 2010, pada KTT Harimau di St Petersburg, Rusia, Indonesia dan 12 negara lain yang melindungi harimau berkomitmen dalam sebuah tujuan konservasi spesies ambisius dan visioner yang pernah dibuat: TX2 – untuk menambah kelipatan jumlah harimau sampai pada akhir tahun 2022, Tahun Harimau selanjutnya.
Program Nasional Pemulihan Harimau Indonesia sekarang merupakan bagian dari tujuan global dan meliputi enam lansekap prioritas harimau sumatera ini: Ulumasen, Kampar-Kerumutan, Bukit Tigapuluh, Kerinci Seblat, Bukit Balai Rejang Selatan, dan Bukit Barisan Selatan.
WWF saat ini tengah melakukan terobosan penelitian tentang harimau sumatera di Sumatera Tengah, menggunakan perangkap kamera untuk memperkirakan jumlah populasi, habitat, dan distribusi untuk mengidentifikasi koridor satwa liar yang membutuhkan perlindungan. WWF juga menurunkan tim patroli anti-perburuan dan unit yang bekerja untuk mengurangi konflik manusia-harimau di masyarakat lokal.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...