Hasyim: NU Tak Sodorkan Nama Menteri
DEPOK, SATUHARAPAN.COM - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa NU tidak menyodorkan nama dan menentukan siapa saja warga nahdliyin yang harus dijadikan menteri. Terkait jabatan Menteri Agama (Menag) yang biasa diduduki warga NU.
"Betul biasanya Menag dari warga NU, kalau bukan berarti ya tidak biasa," kata Hasyim usai Sarasehan Nasional Ulama dan Cendekiawan di Pondok Pesantren Al Hikam, Kota Depok, Minggu (31/8).
Meski begitu, dia berharap posisi Menag tak sekadar mengurusi masalah administrasi negara. Namun, dapat mengelola dana-dana besar murni untuk umat.
Hasyim pun berharap agar menteri yang diangkat pada kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla nanti memiliki integritas dan tidak punya sejarah buruk.
"Setiap departemen harus dipimpin menteri visioner yang punya integritas," tutur dia.
Hasyim mencontohkan jabatan Menteri Luar Negeri, harus diketahui visi-nya bagaimana meletakkan Indonesia di mata asing. Kompetensinya, bagaimana orang bisa ahli pada bidangnya.
Ia menyarankan sebaiknya ada pembagian yang bijak antara menteri asal politisi dan profesional. Namun, menurut dia, jika menteri dari politisi dihabisi sama sekali akan menimbulkan masalah di parlemen.
Namun, lanjut Hasyim, kalau ketua partai politik minta kapling kementerian, misalnya, Demokrat di Kemnterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PPP ambil Menag, lalu Pertanian. Artinya terjadi penggunaan negara untuk partai, tak mungkin ada demokrasi tanpa berbasis partai.
"Parpol jangan melakukan kapling- kapling di kabinet," kata dia.
Lebih Transparan
Mengenai kabinet gemuk, Hasyim menyampaikan tidak masalah demi mengakomodasi beban sehingga menjadi lebih ringan serta tetap mengutamakan koordinasi lintas kementerian.
"Tidak apa-apa menteri dari parpol, asal porsinya serasi untuk menjaga di parlemen, tapi kita tak membiarkan kabinet terkapling," ujar dia.
Mantan Ketua Umum PBNU itu pun berpesan kepada Pemerintah Susuilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan pemerintahan baru nanti agar transparan dengan kondisi di dalam pemerintahan. Baik hal itu terkait utang, minyak, tambang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan lainnya.
"Keterbukaan harus dilakukan. Biar rakyat yang menilai, memulai dengan mengetahui keadaan sesungguhnya," tutup Hasyim. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...