Hentikan Penindasan terhadap Rohingya
SATUHARAPAN.COM - Demonstrasi digelar di depan kedutaan Myanmar di sejumlah negara dalam dua hari di pekan ini. Mereka menyerukan agar pemerintah Myanmar menghentikan penindasan terhadap warga Rohingya.
Demosntrasi ini setidaknya digelar di 17 negara dalam dua hari lalu, termasuk Tailand, Malaysia, Indonesia. Sementara di Bangladesh dan negara lain aksi demonstrasi dilakukan oleh sekitar 5.000 Muslim di ibu kota Bangladesh, Dhaka, setelah shalat Jumat (25/11)
Pemerintah Malaysia mengeluarkan pernyataan mengecam kekerasan itu, menyampaikan kritik yang keras terhadap sesama anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) itu. Dan meminta pemerintah Myanmar diminta mengambil tindakan untuk mengatasi apa yang diduga sebagai pembersihan etnis itu.
Ribuan Muslim Rohingya telah melarikan diri dari konflik dan tindakan keras di Myanmar untuk mencari perlindungan di Bangladesh selama beberapa hari terakhir. Sebelumnya mereka mengungsi ke Malaysia dan Indonesia.
Demonstrasi ini merupakan reaksi atas meningkatnya ketegangan di negara bagian Rakhine menyusul serangan terkoordinasi pada tiga pos perbatasan pada tanggal 9 Oktober. Serangan itu mengakibatkan sembilan polisi tewas.
Militer Myanmar bergerak ke daerah itu di sepanjang perbatasan Myanmar dengan Bangladesh dan diberitakan mengamuk, dan menempatkan warga yang tidak bersalah dalam dilema dan anmacaman.
Dilaporkan terjadi kekerasan yang mendorong ribuan orang mengungsi ribuan dalam pekan ini, dengan setidaknya 86 orang tewas. Warga Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, namun negara ini berusaha untuk mengirim pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar.
Pesan untuk ASEAN
Demonstrasi yang digelar di beberapa negara itu bukan hanya isyarat dan terkanan kepada pemerintah di Nay Pyi Taw, tetapi juga isyarat bagai 9 negara anggota ASEAN lainnya untuk memberikan tekanan politik kepada Myanmar.
ASEAN yang tengah bergerak menuju komunitas bangsa-bangsa di Asia Tenggara tidak bisa melihat masalah Rohingya sebagai hanya masalah dalam negeri Myanmar. Bukan hanya dampak dari tindakan yang melawan hak asasi manusia itu yang juga sampai ke negara tetangga dengan datangnya pengungsi, tetapi juga tidak sejalan dalam semangat membangun komunitas ASEAN.
Demonstrasi itu jelas ditujukan untuk mengritik kesadaran publik dan panggilan bagi ASEAN dan juga masyarakat global untuk mengembangkan mekanisme dalam menyelesaikan masalah Rohingya. Etnis ini menghadapi penganiayaan, karena ditolak sebagai warga Myanmar yang mengangap mereka dari Bangladesh, namun juga ditolak di Bangladesh.
ASEAN masih cenderung ‘’berhati dingin’’ dalam melihat masalah Rohingya, bahkan juga masalah hak asasi di negara-negara anggota lainhya, padahal masalah ini berada pada pusat kehidupan negara demokrasi, kerja sama dan relasi antar bangsa.
Ini adalah sikap yang bertentangan dalam membangun komunitas ASEAN yang telah dimulai dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), di mana dibutuhkan penghormatan pada nilai-nilai demokrasi dan hak asasi sebagai pijakan bersama dalam hubungan yang semakin dekat.
Perlu Mekanisme Penyelesaian
Di sisi lain, organsisasi bangsa-bangsa seperti PBB juga masih setengah hati dalam merespons masalah Rohingya dengan perhatian yang terlalu sedikit ketimbang dalam melihat masalah di Timur Tengah dan Afrika Utara. Bahkan Jepang yang belakangan mulai menjalin kerja sama ekonomi dengan Myanmar, tampak tidak banyak memperdulikan hal ini.
Demonstrasi itu juga menegaskan bahwa Myanmar yang tengah menuju negara demokratis, dengan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi yang memegang kendali kekuasaan, diharapkan juga untuk mewujudkan penghormatan pada hak asasi manusia. Negara harus menghormati kelompok minoritas, tanpa diskriminasi ras dan agama, yang merupakan esensi dari demokrasi, di mana Myanmar bertujuan untuk bergerak maju.
Pemerintah yang tidak mampu mengontrol pengungsi dan bertindak sembarangan memungkinkan warga Rohingya akan semakin banyak yangmelarikan diri. Mereka akan menyebar ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Myanmar dan ASEAN haruslah mengembangan mekanisme untuk menyelesaikannya.
Hal ini terutama harus menjadi panggilan bagi Aung San Suu Kyi yang selama dipuja sebagai ikon demokrasi dan perdamaian dari Myanmar, serta partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi, yang mengendalikan pemerintahan. Dia tidak bisa diam seperti selama ini tentang Rohingya.
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...