Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 05:33 WIB | Kamis, 26 Januari 2023

HGN 2023: Protein Hewani Cegah Anak Alami Stunting

Protein hewani. (Foto ilustrasi: dok. Ist)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Masalah stunting di Indonesia terkait dengan vakta bahwa konsumsi protein hewani masyarakat masih rendah. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi protein hewani berperan pentin dalam upaya mencegah stunting. 

Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-63 tahun 2023 pada 25 Januari mengangkat Tema ''Protein Hewani Cegah Stunting''; dan slogan yang diangkat: ''Protein Hewani Setiap Makan'' dan ''Isi Piringku Kaya Protein Hewani''.

Angka stunting di Indonesia masih tinggi yaitu 24,4% (SSGI 2021), walaupun terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 27,7% (SSGI 2019) namun masih butuh upaya untuk mencapai target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%.

Tren data SSGI 2019-2021, menunjukkan stunting terjadi sejak sebelum lahir, dan meningkat paling banyak pada rentang usia enam bulan 13,8% ke 12 bulan 27,2% (SSGI 2019). Data tersebut menunjukkan pentingnya terpenuhi gizi ibu sejak hamil, menyusui dan gizi pada MP-ASI (makanan pendamping air susu ibu) balita.

Gizi ibu hamil penting untuk mencegah stunting yang saat lahir yang sudah 23%. Kondisi stunting saat lahir dapat terjadi akibat kekurangan gizi dan anemia saat remaja sampai saat kehamilan. Oleh karena itu asupan gizi ibu hamil yang adekuat, sangat penting untuk mencegah ibu hamil dan anemia agar tidak melahirkan bayi stunting.

Gizi ibu menyusui penting untuk memastikan kualitas ASI yang menjadi satu-satunya sumber asupan gizi pada enam bulan pertama dengan ASI esklusif atau ASI saja yang diberikan on demand.

Bayi mendapat IMD (Inisiasi Menyusui Dini), yang merupakan proses yang sangat penting untuk meningkatkan imunitas bayi karena bayi memperoleh kolustrum yang kaya antibodi. Selain itu, IMD, juga dapat meningkatkan bonding ibu dan bayi.

MP-ASI yang adekuat penting untuk menurunkan stunting baru pada usia 6-23 bulan. Pada periode usia 12-23 bulan terjadi peningkatan stunting 1,8 kali lipat, yang diakibatkan oleh rendahnya asupan makanan sumber protein hewani dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI). 

Hal ini selaras dengan data Studi Diet Total (SDT) 2014 pada tahap Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI), terdapat 23,6% balita 0-59 bulan dengan asupan protein < 80% Angka Kecukupan Protein (AKP). 

Protein hewani penting dalam penurunan stunting, studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan bahwa ada bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti telur, daging/ikan dan susu atau produk olahannya (keju, yogurt, dll). 

Penelitian tersebut juga menunjukan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal. Sementara itu berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2019 menunjukkan konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia. 

Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki potensi sumber daya protein hewani, tetapi konsumsi protein per kapita masih tergolong rendah. Data Susenas 2022 menunjukkan rata-rata konsumsi protein per kapita sehari 62.21 gram (di atas standar 57 gram), tetapi konsumsi telur dan susu 3.37 gram, daging 4.79 gram dan ikan/udang/cumi/kerang 9.58%. 

Peningkatan gizi masyarakat pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dengan protein hewani setiap makan akan mempercepat penurunan stunting. 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home