Hidup adalah Sebuah Pesta
Cara pandang membuat kita mampu menjadikan hidup bagai sebuah pesta.
SATUHARAPAN.COM – Dalam buku Sekolam Bunga Teratai terdapat kisah seorang nenek, yang setiap hari hanya menangis kerjanya. Dia memiliki dua anak perempuan. Anak sulungnya bersuamikan seorang pedagang payung, sedangkan putri bungsunya bersuamikan seorang pedagang tepung. Bila langit cerah dan udara baik, Sang Nenek selalu mengkhawatirkan putri sulungnya yang tidak dapat menjual payungnya. Namun, jika hujan turun, kembali dia merisaukan nasib putri bungsunya, yang tidak dapat menjemur tepung terigu, karena tiadanya sinar matahari. Oleh karena itu, baik cuaca cerah maupun cuaca hujan, Sang Nenek senantiasa menangis. Orang-orang di desanya menjulukinya nenek menangis.
Pada suatu hari Sang Nenek berjumpa dengan seorang biksu dan bertanya bagaimana dia mengatasi hal tersebut. Sang Biksu dengan senyum berkata, ”Nenek tidak dapat mengubah cuaca menjadi baik atau buruk. Tetapi, Nenek dapat mengendalikan pikiran Nenek! Jika cuaca cerah, bergembiralah untuk putri bungsumu, karena dia dapat menjemur tepungnya. Dan jika hari hujan, bergembiralah sebab putri sulungmu dapat menjual lebih banyak payung lagi. Ini hanya masalah cara pandang!”
Daripada mengeluh tentang hujan yang turun deras di sore hari dan membuat kita sulit berjalan akibat tanah yang becek, mengapa kita tidak memandang ke langit? Bukankah sinar bintang dan rembulan sedang menerangi jalan yang kita lalui?
Cara pandang inilah yang membuat kita mampu menjadikan hidup sebagai sebuah pesta. Pada intinya, hidup memang pesta! Dan semuanya itu dimulai dari cara pandang kita.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Albania Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...