Hidup Serba Mahal di Oksibil, Papua
OKSIBIL, SATUHARAPAN.COM – Biaya hidup di kota Oksibil, Ibu Kota Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, termasuk yang paling mahal di Indonesia. Masalah utamanya adalah akses masuk dak keluar daerah ini hanya bisa dengan jalan udara.
Bukan hanya itu, pesawat yang bisa mendarat juga jenis kecil seperti OTR atau Twin Otter, yang harus mengangkut manusia dan segala barang kebutuhan untuk daerah itu. Barang-barang besar, harus diangkut dengan pesawat khusus, seperti helikopter untuk mengangkut kendaraan dan mesin-mesin.
Transportasi ke kecamatan atau distrik hanya bisa dengan jalan kaki atau pesawat lebih kecil lagi yang dilayani oleh missi gereja. Jadwalnya tidak tentu dan di beberapa daerah, menurut penduduk setempat, mendarat di lapangan rumput.
Di sisi lain, masih banyak kebutuhan hidup warga yang harus didatangkan dari luar, seperti beras, minyak, ikan, dan sayuran, dan semua jenis produk pabrikan.
Jalur udara satu-satunya akses ke Oksibil yang membuat biaya hidup menjadi sangat mahal.
Harga Tinggi
Sebagai gambaran, ketika di Jawa dan pulau lain di Indonesiia banyak warga protes ketika harga premium naik beberapa ribu rupiah, penduduk Oksibil sudah biasa hidup dengan premium seharga Rp 40.000 per liter.
Ketika penduduk di wilayah lain Indonesia ribut dengan tingginya harga daging sapi, di Oksibil warga sudah biasa dengan harga satu kilogram ikan kembung kecil sebesar Rp 80.000, dan harga seekor babi ukuran sedang Rp 35 juta.
Harga beras juga demikian. Di Oksibil satu kilogram beras kualitas sedang adalah Rp 30.000. Namun makanan yang umum untuk penduduk adalah ubi, talas dan singkok dari hasil pertanian penduduk setempat ini rasanya sangat enak.
Pertanian padi tengah diuji coba di kabupaten ini, dan mulai ditanam padi jenis gogo. Namun sejuah ini hasilnya belum memuaskan, dan luas lahan juga masih jauh dari mencukupi kebutuhan penduduk.
Sayuran juga masih merupakan kebutuhan yang mahal. Satu ikat sawi putih yang beratnya kurang dai satu kilogram di pasar dijual dengan harga sampai Rp 50.000.
Warga Oksibil menjual ubi, salah satu makanan pokok di sana.
Seorang pendeta, Baruk Jarangga, yang melayani jemaat di Oksibil, membangun rumah yang dalam konteks Indonesia sebenarnya relatif biasa, namun uang yang harus dikeluarkan hingga senilai Rp 900 juta. Sebuah bangunan gereja yang bisa menampung sekitar 300 jemaat dalam beribadah, dibangun dengan uang hingga Rp 5,5 miliar.
Ini angka yang fantastis untuk Indonesia, namun itu terjadi karena, antara lain, harga semen di kota itu sampai Rp 1,5 juta per sak. Pendek kata, karena daerah ini terpencil, hidup di sana menjadi serba mahal. Namun sejauh ini, pemerintah Indonesia hanya berwacana dalam membangun infrastruktur membuka isolasi wilayah Papua.
Bergantung Cuaca
Suasana di Kabupaten Pegunungan Bintang sebenarnya sangat menarik. Berada di pegunungan dengan ketinggian di atas 1.700 meter, daerah ini sangat sejuk. Bentang alam yang berbukit-bukit memberi pemandangan yang menarik, dengan udara segar dan langit yang biru.
Pertanian padi yang tengah dirintis di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.
Namun demikian, penerbangan ke Oksibil sangat ditentukan oleh cuaca, karena pesawat harus turun dengan melewati satu celah bukit sebagai gerbangnya. Ketika cuaca di sana diwarnai awan tebal di ‘’gerbang’’ itu, maka penerbangan menghadapi risiko.
Kasus yang terjadi belakangan adalah jatuhnya pesawat milik maskapai penerbangan Trigana yang jatuh di perbukitan, beberapa menit sebelum mendarat. Namun tampaknya fasilitas di bandar udara juga sangat minim, terutama radar yang diperlukan untuk memandu penerbangan, khususnya ketika cuaca kurang baik.
Selain itu, suhu udara di wilayah itu bisa turun sangat rendah dibandingkan rata-rata. Pada bukan Agustus lalu, menurut penduduk setempat, suhu di Oksibil turun hingga sekitar lima atau tujuh derajat Celcius.
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...