Hikmahanto: Pemerintah Tak Perlu Terbitkan Perppu NIIS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk menjerat WNI, yang melakukan kegiatan berhubungan dengan kelompok radikal NIIS.
“Kepolisian atau pemerintah tidak perlu menerbitkan Perppu untuk menjerat WNI yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan NIIS, karena sudah ada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),” kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (20/3).
Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengusulkan diterbitkannya Perppu untuk menindak kelompok yang mendeklarasikan diri mendukung NIIS.
Hikmahanto menilai WNI yang berniat berangkat ke Suriah, untuk bergabung dengan NIIS serta pihak yang mendanai keberangkatannya, dapat dijerat dengan pasal-pasal yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dia menjelaskan, dalam Buku 2 Bab 3 KUHP diatur tentang Kejahatan-kejahatan terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala Negara Sahabat serta Wakilnya.
“Semisal dalam Pasal 139a disebutkan, makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain, dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun,” kata dia.
Pasal itu, menurut dia dapat digunakan bagi WNI yang berhubungan dengan NIIS, mengingat NIIS memerangi pemerintahan yang sah di Irak dan Suriah, di mana kedua negara itu merupakan negara sahabat dari Indonesia.
Polri Imbau Masyarakat Waspada NIIS
Sementara itu Polri, meminta masyarakat untuk mewaspadai adanya pihak-pihak yang mengajak bergabung dengan organisasi terlarang seperti negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
“ Kami atas nama Polri mengimbau dengan sangat kepada seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama memberikan kesadaran kepada masyarakat , agar tidak lagi tergoda bujuk rayu organisasi macam NIIS untuk berangkat ke luar negeri dengan misi tidak jelas,” kata Kadivhumas Polri Brigjen Polisi Anton Charliyan, di Jakarta, Jumat (20/3).
Pihaknya menengarai orang-orang bergabung dengan kelompok tersebut karena dua hal. Pertama, untuk menjalankan akidah Islam secara menyeluruh. Kedua, motivasi ekonomi.
“Informasinya menjadi tentara di sana, bayarannya Rp 20 juta hingga Rp 150 juta per bulan,” kata Brigjen Anton.
Pihaknya pun mengimbau media, untuk berperan memberi informasi dan mengedukasi masyarakat tentang risiko yang didapat jika bergabung dengan kelompok ini.
“Mohon media bisa memberikan pendidikan politik. Indonesia hanya mengirimkan orang ke luar negeri untuk perdamaian dunia. Kalau ada kelompok perorangan memberangkatkan ke luar negeri untuk berperang, itu menyalahi UU,” katanya.
Menurut perwira tinggi Polri ini, ada sebanyak 514 WNI yang saat ini telah berada di Suriah. Meski demikian, belum dapat dipastikan keterlibatan ratusan WNI tersebut dengan kelompok NIIS.
Banyaknya WNI yang pergi ke negara-negara di Timur Tengah, telah membuat Polri khawatir. Kendati demikian, pemerintah tidak bisa mencegah seseorang bepergian ke luar negeri sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan dokumen keimigrasian.
“Sepanjang yang bersangkutan tidak memiliki catatan tindak pidana, kita tidak bisa mencegah dia ke luar negeri. Contoh, kalau ada yang mau ikut perang di luar negeri, siapa yang bisa mencegah kalau dokumen keimigrasiannya lengkap?” katanya. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...