Hikmat Rasa Lapar
SATUHARAPAN.COM – Seorang ibu muda dengan belanjaan di tangan kiri dan kanan tampak sibuk sekaligus bingung di sebuah gedung parkir. Dia melongok ke kanan dan ke kiri untuk mencari mobilnya. Dia lupa letak mobilnya. Tak lama kemudian muncul suara: ”Bingung karena lapar?” Demikianlah salah satu pariwara di layar kaca.
Rasa lapar memang bisa membuyarkan konsentrasi. Saya teringat ungkapan saat mahasiswa dahulu: ”Logika nggak jalan kalo nggak ada logistik.” Rasa lapar juga bisa dijadikan alasan untuk mendapatkan rasa iba. Tak sedikit pengemis di pinggir jalan berkata: ”Pak, tolong Pak… saya lapar….”
Lapar memang gejala alamiah. Tubuh manusia membutuhkan bahan makanan yang dapat diolah untuk menggantikan energi yang keluar demi berlangsungnya kehidupan. Namun, percaya atau tidak, sebenarnya rasa lapar itu juga bisa mendatangkan nilai kebaikan bagi seseorang. ”Tubuh tidak bisa ditipu”, kata sahabat saya. Artinya, rasa lapar merupakan pertanda bagi kita untuk memperhatikan situasi dan kondisi tubuh agar tetap berkinerja baik.
Hampir semua agama memberi tempat kepada rasa lapar melalui berpuasa, sebagaimana rekan-rekan Muslim di Bulan Ramadhan ini. Rasa lapar tak perlu dipandang sebagai gangguan. Rasa lapar menolong kita untuk lebih memahami bahwa manusia membutuhkan berkat Allah—berupa makanan—agar tetap hidup. Manusia membutuhkan Allah. Tanpa Allah manusia bukan siapa-siapa! Rasa lapar mengingatkan kita akan siapakah sesungguhnya kita di hadapan Sang Pencipta.
email: inspirasi@satuharapan.com
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...