Hilangnya Keutamaan Pejabat Publik
SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat terdapat 203 anggota DPR yang belum memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari jumlah total 545 anggota DPR. Padahal mereka yang belum melapor sudah menjabat sejak bulan Oktober 2014 silam.
"Sebanyak 37,25 persen itu 203 orang yang belum melaporkan LHKP," kata Direktur LHKPN KPK, Cahya Hareffa, hari Jumat (11/3). Cahya merujuk pada pernyataan Agus Rahardjo, Ketua KPK, yang menyatakan baru sebanyak 62,75 persen anggota DPR yang melaporkan hartanya, sementara total jumlah anggota DPR adalah 545 orang.
"Dari 203 anggota DPR yang belum melaporkan hartanya, ada 69 anggota dewan yang sama sekali belum pernah melaporkan LHKPN. Sementara sisanya belum memberikan update LHKPN. Rincian dari 203 itu 69 orang sama sekali belum lapor atau wajib isi form A, dan sebanyak 134 orang belum lapor update atau wajib isi form B," ujar Cahya.
LHKPN merupakan salah satu bentuk transparansi yang dapat dipantau oleh publik, meskipun belum mempunyai aturan hukum. KPK mengimbau agar para anggota dewan segera melaporkan harta kekayaannya
Hilangnya keutamaan moral menyebabkan kebanyakan pejabat selalu menyembunyikan kekayaannya karena kekayaan dalam tanda kutip kerap kali diperoleh dengan cara-cara tidak wajar. Hal ini menyebabkan pejabat kita tidak memiliki jiwa merdeka terhadap kepemilikan harta benda. Realitas pejabat publik memperoleh harta benda cara politik do ut des. Saya mendapat apa dari transaksi berpolitik maka hidup bersih jauh dari moralitas publik.
Etika politik tidak hanya menyangkut masalah perilaku politik dari para politikus. Tetapi etika politik berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik mengandung aspek individual dan sosial, di satu pihak etika politik sekaligus etika individual dan etika sosial dan institusi yang adil. Di lain pihak, etika politik sekaligus etika institusional dan etika keutamaan.
Dimensi dan tujuan utama dari etika politik kekuasaan adalah terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan, yang tergambarkan dalam serangkaian kebijakannya. Hilangnya moralitas politik akan berdampak negatif pada sebuah kebijakan sebagai sebuah proses bagi kehidupan masyarakat. Karena dalam proses kehidupan bernegara, masyarakat merupakan sokoguru kekuasaan. Kekuasaan politik hanya bentuk pendelegasian yang diberikan oleh rakyat kepada para wakilnya. Kedua, hilangnya sensitivitas kepentingan rakyat dalam diri anggota dewan tidak peka terhadap keutamaan hidup jujur, bersih dari unsur KKN, menjadi contoh bagi rakyat.
Keutamaan menjadi hilang ketika berpolitik hanya sekedar mencari kekayaan semata-mata. Orientasi berpolitik hanya sekedar memenuhi kebutuhan material belaka. Berpolitik bukan lagi pangilan untuk melayani kepentingan kesejahteran umum namun berpolitik menjadi benalu Negara.
Realitas kehidupan saat ini dipenuhi dengan kepalsuan belaka. Hukum penuh kepalsuan karena hukum bisa dibeli tergantung siapa yang memiliki duit dan kekuasan. Hukum darwinisme sosial telah berlaku dalam panggung politik: "Siapa kuat dia menang, dan yang lemah minggir saja." Cinta yang tulus telah hilang dari sanubari bangsa ini. Yang ada hanya kecenderungan untuk memuaskan diri dalam dunia kekuasaan dan kepopuleran. Demi semua itu orang memperhambakan dirinya untuk mengejar nafsu kuasa, ketamakan, kerakusan dengan segala akal kelicikan. Juga, sangat tidak salah jika masyarakat melihat bahwa sanubari bangsa ini sudah kehilangan harga diri sejati. Harga diri hanya bisa dinilai dengan yang material. Akibatnya, orientasi hidup bukan untuk memperjuangkan kesejahteraan melainkan memperkaya diri sendiri.
Kita harus menegaskan kembali makna berpolitik dan berkekuasaan untuk membangun bangsa menjadi negara adil dan makmur yang luhur bermartabat. Berpolitik bukan aji mumpung untuk meraih kekuasaan. Disorientasi politik akan membawa bangsa ini ke jurang kesengsaraan amat dalam. Pada tataran ini, kita harus belajar dari para pendahulu negeri ini. Mereka bisa mewarnai politik dengan gagasan-gagasan dan cita-cita besar Indonesia. Berpolitik adalah tekad bulat untuk membangun bangsa dengan penguasa yang berpihak kepada rakyat, bukan kepada pemilik uang. Kebusukan politik dewasa ini adalah ketika semua transaksi sudah tidak ada bedanya dengan transaksi bisnis.
Pertobatan dalam perpolitik di Indonesia diperlukan guna mengubah orientasi politik kartel, karakter pragmatis dan menghamba uang belaka, menjadi berpolitik dengan keutamaan dan cita-cita. Perubahan orientasi ini harus dimulai dengan keberanian partai politik mengubah cara pandang. Partai politik harus kembali membangun ideologi berpartai, sesuatu yang jauh lebih berharga daripada uang dan kekuasaan. Dalam ideologi itulah tersimpan cita-cita rakyat dan gagasan bernegara yang harus diperjuangkan. Inilah yang hilang, yakni tiadanya elite politik yang memiliki jiwa merdeka. Wajah gelap politik itu harus segera digantikan oleh wajah terang yang muncul dari jiwa-jiwa merdeka para politisi yang kembali menjunjung etika dan moral dalam berpolitik. Pada jiwa-jiwa merdeka, mereka berpolitik dengan beradab dan menjadi bermanfaat bagi masyarakat.
Pertobatan anggota DPR dan Pejabat publik berani hidup bersih serta memiliki keutaman mendasar seperti Filsuf St Thomas Aquinas mendedinisikan keadilan sebagai “suatu kebiasaan di mana orang melakukan setiap kewajibannya dengan kemauan yang tetap dan terus-menerus.” Kewajiban pertama dalam keadilan adalah kewajiban terhadap Tuhan. Kita wajib berdoa, bersembah sujud, taat kepada Tuhan yang telah menunjukkan kasih yang begitu besar kepada masing-masing kita dan yang wajib kita kasihi melebihi segalanya. Dalam keadilan terhadap Tuhan, kita menjunjung tinggi janji-janji kepada-Nya dan rela berkurban demi kasih-Nya, seumpama memilih menerima kemartiran daripada mengingkari iman.
Kewajiban kedua dalam keadilan adalah kewajiban terhadap sesama. Seorang tidak hanya wajib menjauhkan diri dari berbuat jahat kepada sesama, melainkan juga wajib melakukan apa yang baik kepada sesama. Dengan demikian, orang wajib menghormati hak-hak setiap orang dan membina persahabatan yang mendorong kesetaraan di antara semua orang dan membangun kesejahteraan bersama.
Kebajikan keadilan memiliki tiga dimensi: keadilan komutatif atau timbal balik, keadilan distributif, dan keadilan legal atau umum. Keadilan komutatif atau timbal balik mengatur hubungan antara individu. Pada hakekatnya, ini adalah keadilan kontrak. Arti kontrak di antara individu-individu adalah mengidentifikasi hak masing-masing pihak dan menjamin tuntutan pihak yang satu atas suatu manfaat tertentu adalah sebanyak kewajiban pihak yang lain dalam menyediakan manfaat tersebut.
Melihat pada spektrum keadilan yang lebih luas, keadilan distributif mengatur hubungan antara komunitas sebagai suatu kesatuan dengan anggota-anggota individualnya. Dalam keadilan, komunitas secara keseluruhan wajib memajukan kesejahteraan setiap anggota, bukan hanya kalangan mayoritas. Sebab itu, mereka yang diserahi kepercayaan memelihara kesejahteraan anggota wajib memastikan bahwa kepada angota-anggota individual diberikan apa yang menjadi hak mereka.
Sebagai contoh, dalam keadilan, pemerintah wajib memastikan bahwa tiap-tiap warga negara mendapatkan sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan yang layak yang merupakan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi harkat martabat setiap orang. Di sini orang mengenali kewajiban komunitas secara keseluruhan untuk memberikan perhatian secara istimewa kepada para anggota yang paling lemah -bayi-bayi yang dilahirkan, mereka yang lanjut usia, yang sakit dan yang cacat.
Terakhir, keadilan legal atau umum menyangkut hubungan individu dengan komunitas secara keseluruhan. Setiap orang mempunyai kewajiban untuk dilaksanakannya dan kewajiban untuk mentaati hukum-hukum yang adil yang menjamin kesejahteraan bersama. Sebagai misal, setiap warga negara berkewajiban mendukung kesejahteraan bersama melalui pembelaan terhadap negara atau melalui pembayaran pajak (sayang, tapi memang benar demikian). Kebajikan yang berasal dari keadilan meliputi bakti (di sini adalah hormat dan pelayanan kepada orangtua, negara, dan mereka yang ada dalam otoritas yang sah), taat, tahu berterima kasih, tulus, ramah-tamah dan tidak sewenang-wenang. Pejabat publik tidak melaporkan harta kekayaan-nya sebenarnya dia melanggar kebajikan keadilan karena pejabat publik dituntut tranparan, kredibel.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...