Hizbullah Lebanon Akan Mengakhiri Boikot Pertemuan Kabinet
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kelompok militan Hizbullah Lebanon dan sekutu utamanya Syiah mengatakan bahwa mereka mengakhiri boikot pertemuan Kabinet setelah kebuntuan tiga bulan yang telah memperburuk krisis ekonomi negara kecil itu.
Kedua kelompok Syiah itu, pada hari Sabtu (15/1) mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama bahwa mereka akan menghadiri sidang kabinet untuk menyetujui anggaran baru dan langkah-langkah untuk menangani krisis selama dua tahun, dan untuk membahas rencana pemulihan.
Mereka mengatakan akan hadir, karena memburuknya ekonomi yang makin parah dalam beberapa pekan terakhir.
Kedua kelompok telah memboikot Kabinet sejak bulan Oktober, menuntut perubahan dalam penyelidikan nasional ledakan dahsyat Agustus 2020 di pelabuhan Beirut dan secara efektif melumpuhkan pemerintah.
Hizbullah menyerukan agar hakim di ledakan pelabuhan disingkirkan, menuduhnya bias. Sementara itu, Hakim Tarek Bitar menghadapi banyak tantangan hukum dan tuntutan hukum yang menuntut pemecatannya, yang memaksanya untuk menangguhkan penyelidikan setidaknya empat kali. Penyelidikan saat ini ditangguhkan.
Bitar telah memanggil dan mendakwa beberapa pejabat senior atas tuduhan kelalaian yang disengaja yang menyebabkan ledakan, yang menewaskan lebih dari 200 orang dan melukai ribuan orang. Kedua kelompok Syiah itu berjanji akan melanjutkan upaya mereka untuk memberhentikan hakim yang menyelidiki ledakan di pelabuhan itu.
Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, menyambut baik keputusan dua kelompok untuk mengakhiri boikot Kabinet mereka. Dia mengatakan awal bulan ini anggaran negara harus siap untuk dibahas dalam beberapa hari.
Rencana pemulihan yang disetujui pemerintah merupakan prasyarat untuk melanjutkan diskusi dengan Dana Moneter Internasional. Para pejabat Lebanon mengatakan kesepakatan akan mungkin dicapai pada akhir Januari, garis waktu yang tidak mungkin sekarang setelah berminggu-minggu tidak ada pertemuan pemerintah. Delegasi IMF diharapkan datang di Lebanon segera.
Krisis ekonomi Lebanon, yang mulai terjadi pada akhir 2019, berakar pada salah urus dan korupsi selama bertahun-tahun oleh kelas elite politik yang sama yang telah berkuasa selama bertahun-tahun. Krisis telah mendorong lebih dari setengah populasi negar itu jatuh ke dalam kemiskinan, menyebabkan mata uang nasional jatuh dan inflasi, serta angka pengangguran melonjak. (AP)
Editor : Sabar Subekti
RI-Australia Sepakat Perkuat Kerja Sama Strategis
PERU, SATUHARAPAN.COM - Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ...