HRW: Dalang Pembantaian 1965 Harus Dibawa ke Pengadilan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Eksekutif Human Right Watch (HRW), Kenneth Roth, mengatakan dalang pembantaian peristiwa 1965 seharusnya dibawa ke pengadilan untuk dimintai pertanggung jawaban.
Menurut dia, dengan skala pembunuhan massal yang mencakup ratusan ribu korban, sangat penting untuk membawa arsitek pembantaian itu ke pengadilan. Keadilan, menurut dia, harus dinyatakan dalam hal ini.
Kenneth Roth mengatakan hal itu pekan lalu, menjelang diadakannya Simposium Nasional bertema 'Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan' yang diselenggarakan pemerintah hari ini (18/4).
"Bila Anda memiliki kejahatan sebesar ini, pembunuhan massal yang melibatkan ratusan ribu orang, pada akhirnya penting untuk membawa dalang pembantaian ini ke pengadilan. Memang tidak mungkin pernah kejahatan yang melibatkan banyak orang dapat membawa semua pembunuhnya dan dimintai pertanggungjawabannya. Ini merupakan realitas praktis yang menyedihkan," kata dia dalam jumpa pers di Kantor KontraS, sebagaimana dilansir oleh laman resmi organisasi itu.
"Saya juga sadar bahwa 50 tahun kemudian, tidak jelas berapa banyak dari para dalang pembunuhan yang masih hidup sampai sekarang. Jadi mungkin ada batas praktis untuk opsi keadilan, tetapi selalu penting untuk mencari keadilan, menargetkan para dalang, antek-antek, dan mereka yang mengendalikan pembunuhan massal (itu)," kata dia..
Menurut dia, pembunuhan yang terjadi pada 1965 merupakan salah satu kejahatan yang harus diungkap. Ia mengatakan setidaknya setengah juta orang dalam beberapa bulan terbunuh, dan merupakan salah satu kejahatan yang paling mengerikan.
"Ini adalah sebuah kejahatan besar sehingga tidak dapat ditutup-tutupi. Keluarga mengingatnya, korban mengingatnya, keturunan mereka mengingatnya. Dan mereka membawa luka yang mereka ingin ditangani," kata dia.
Roth menambahkan, masalah ini relevan sekarang dan sama sekali bukan sejarah yang sudah kuno. Menurut dia, sampai saat ini Indonesia masih tersekat oleh berbagai perbedaan. Peristiwa 1965 merupakan preseden buruk dalam mengatasi perbedaan.
"Dan karena hal ini belum tertangani di masa lalu, sampai saat ini hal ini masih terus terbuka sebagai pilihan. Cara untuk mencegah masyarakat terhadap kemungkinan kambuh lagi adalah dengan secara terbuka membahas peristiwa 1965, mengatakan kebenaran tentang hal itu, mengakuinya dan kemudian bergerak maju," tutur dia.
Selain perlunya penegakan keadilan, Roth mengatakan langkah berikutnya yang tidak boleh dilupakan adalah rehabilitasi.
"Seorang pejabat senior mengatakan kepada saya kemarin, keputusan presiden tahun 1981 tentang "Bersih Lingkungan" yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto belum pernah dicabut dan terus digunakan terhadap para korban dan keturunan korban pembunuhan 1965, dan mereka diduga telah memiliki hubungan dengan Partai Komunis. Ini jelas ketidakadilan yang serius, contoh klasik dari hukuman kolektif dilarang di bawah hukum internasional," kata dia.
"Pejabat senior mengatakan kepada saya bahwa sebanyak 40 juta orang di Indonesia saat ini dapat menjadi terpengaruh, termasuk korban serta keluarga dan keturunan korban. Dia mengatakan bahwa ini adalah salah satu alasan penting bahwa para politisi selalu menyebutkan hak asasi manusia dalam kampanye pemilu mereka, mereka tahu ada sekelompok besar orang yang terpengaruh," tutur dia lagi.
"Mereka adalah orang yang tidak pernah melakukan sesuatu yang salah, mereka mungkin memiliki kakek atau buyut yang diduga tergabung dengan Partai Komunis. Mengakhiri daftar hitam ini jelas merupakan langkah penting, dan terus terang, lebih cepat lebih baik. Tidak perlu proses yang panjang. Ini adalah keputusan yang dapat dibalik dengan keputusan lain dan kami ingin melihat itu terjadi sekarang," tutur dia.
Di bagian lain keterangannya, Roth menganggap langkah pemerintah untuk menyelenggarakan simposium merupakan sesuatu yang penting.
"Kami ingin mengakui bahwa pemerintah sedang mengambil langkah maju dengan pendekatan baru. Bukan dengan mengulangi pengabaian masa lalu. Ini merupakan upaya menangani masa lalu," kata dia. (kav)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...